IHSG Menguat di Tengah Koreksi Bursa Regional, Ini Sebabnya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 November 2018 09:34
Rupiah Manfaatkan Momentum
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Dari dalam negeri, investor menunjukkan apresiasinya atas pergerakan nilai tukar rupiah. Pada pagi ini, rupiah menguat 0,12% di pasar spot ke level Rp 14.557/dolar AS. Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yakni dolar AS yang sedang lesu, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang terkoreksi 0,23%.

Walaupun risk appetite dari investor sedang jelek pada hari ini, dolar AS tak serta-merta menjadi pilihan mereka. Swiss franc dan emas yang juga merupakan safe haven lebih menjadi pilihan investor. Franc menguat 0,02% di pasar spot melawan dolar AS, sementara harga emas COMEX kontrak acuan menguat 0,02%.

Investor tak lagi menjatuhkan pilihannya kepada dolar AS seiring dengan timbulnya persepsi bahwa The Federal Reserve belum akan mengerek suku bunga acuan pada bulan depan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 22 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 75,8%. Posisi ini lebih rendah dari posisi bulan lalu yang sebesar 81,4%.

Pelaku pasar agak meragukan The Fed pasca rilis data ekonomi di AS yang tak mampu memenuhi ekspektasi. Klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 16 November 2018 diumumkan sebesar 224.000, lebih tinggi dari estimasi yang sebesar 215.000, seperti dikutip dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti periode Oktober 2018 diumumkan terkontraksi sebesar 0,1% MoM, di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,4% MoM.

Selain itu, investor nampak masih merespons positif kenaikan suku bunga acuan sebesar 25bps ke level 6% yang diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) sekitar 1 minggu yang lalu. Keputusan ini mengejutkan lantaran konsensus yang dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

Dengan dinaikannya suku bunga acuan, maka imbal hasil investasi pendapatan tetap di tanah air akan menjadi semakin kompetitif sehingga diharapkan bisa menarik aliran dana investor asing. Pada akhirnya, defisit di pos transaksi berjalan akan bisa diimbangi oleh surplus di pos transaksi modal dan finansial.

Sebagai informasi, prospek transaksi berjalan di kuartal-IV nampaknya cukup suram. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit neraca dagang periode Oktober 2018 di angka US$ 1,82 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 62,5 juta. Defisit bulan Oktober menjadi yang terdalam sejak Juli 2017. Kala itu, defisit neraca dagang adalah sebesar US$ 2,01 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular