Brexit, Perang Dagang, dan Profit Taking Jungkirkan Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 November 2018 11:20
Brexit, Perang Dagang, dan Profit Taking Jungkirkan Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kini melemah. Faktor eksternal dan domestik sepertinya sama-sama berperan dalam kejatuhan rupiah. 

Pada Senin (19/11/2018) pukul 11:05 WIB, US$ 1 di pasar spot setara dengan Rp 14.615. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Rupiah bergerak bak roller coaster, tetapi yang terus berada di jalur turun. Pelemahan rupiah memang cukup tajam, mengingat saat pembukaan pasar mata uang ini menguat sampai 0,64%.


Rupiah kini mengikuti jejak mayoritas mata uang Asia yang juga tidak mampu melawan keperkasaan dolar AS. Kini mata uang yang menguat tinggal yen Jepang dan ringgit Malaysia, itu pun sangat terbatas. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 11:06 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pada pukul 11:07 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,02%. Penguatan dolar AS (dan yen) menunjukkan investor sedang memilih bermain aman dengan mengoleksi aset-aset safe haven

Setidaknya ada dua risiko besar dalam perekonomian global. Pertama adalah perundingan kesepakatan perceraian dengan Uni Eropa (Brexit) kian runyam. Bahkan kepercayaan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Theresa May semakin tergerus. 

Mengutip BBC, lebih dari 20 orang anggota parlemen dari Partai Konservatif pendukung May sudah melayangkan surat mosi tidak percaya. Memang masih cukup jauh dari batas pengajuan resmi, yaitu 48 suara. Namun jika pandangan negatif terhadap pemerintah terus terjadi, maka jumlah mosi tidak percaya pasti akan bertambah. 

Perkembangan ini membuat potensi No Deal Brexit, di mana Inggris tidak akan mendapat keuntungan apa pun, semakin meningkat. Apabila ini terwujud, maka akan menjadi pukulan berat bagi perekonomian Negeri John Bull. 

Risiko berikutnya datang dari perkembangan hubungan dagang AS-China. Meski hubungan Washington-Beijing agak mesra belakangan ini, tetapi masih ada api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa menyeruak. 

KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) gagal menghasilkan komunike. Mengutip Reuters, seorang diplomat yang turut dalam pembahasan komunike menyatakan bahwa China menolak adanya kesepakatan yang berisi "menolak praktik perdagangan tidak sehat sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)". 

Momentum ini bisa menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global. Pasalnya, terlihat bahwa AS dan China masih memiliki banyak ketidaksepahaman.  

Dikhawatirkan hal ini berlanjut ke pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di KTT G20 akhir bulan ini. Bisa-bisa aura damai dagang yang sudah semakin kuat kembali memudar dan AS-China kembali terlibat perang dagang. 

Sementara dari dalam negeri, rupiah yang sudah menguat selama 4 hari beruntun menggoda investor untuk mencairkan laba. Selama 4 hari itu, rupiah menguat 1,36%. 

Tekanan jual karena ambil untung sepertinya tengah melanda rupiah. Ditambah preferensi investor yang sedang ke arah safe haven assets, rupiah pun terdorong ke zona merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular