Harga Minyak Naik 3 Hari Beruntun, Ini Sebabnya

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 November 2018 11:58
Pada perdagangan hari ini Jumat (16/11/2018) hingga pukul 11.37 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,66% ke level US$ 67,06/barel.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia -  Pada perdagangan hari ini Jumat (16/11/2018) hingga pukul 11.37 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,66% ke level US$ 67,06/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 menguat 0,57% ke level US$ 56,78/barel.

Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam kini menuju penguatan selama 3 hari berturut-turut, pasca jatuh dalam pada hari Selasa (13/11/2018). Kala itu, harga minyak light sweet yang menjadi acuan di AS amblas 7% lebih, dan jatuh ke level terendahnya sejak November 2017. Sementara harga brent yang menjadi acuan di Eropa juga anjlok 6,6% dan terperosok ke titik terendah dalam 8 bulan terakhir.

Meski demikian, setelah hari kelabu itu, harga minyak terus menanjak naik hingga hari ini. Harga minyak nampaknya memang sudah terlalu murah, sehingga menjadi menarik di mata investor. Selain itu, pelaku pasar juga menggantungkan harapannya ke kebijakan pemangkasan produksi negara-negara produsen.



Sejak awal pekan ini, pelaku pasar memang dihantui  kondisi banjirnya pasokan, serta permintaan minyak yang lesu akibat perlambatan ekonomi dunia.

BACA: Fundamental Masih Buruk, Harga Minyak Melemah Lagi

Dari sisi pasokan, awal pekan ini Departemen Energi AS (Energy Information Administration/EIA) mengumumkan produksi minyak mentah dari 7 cekungan minyak serpih (shale oil) utama diperkirakan mencapai rekor tertinggi sebesar 7,94 juta barel/hari pada Desember 2018.

Kuatnya produksi onshore tersebut lantas menyokong produksi minyak mentah AS yang secara keseluruhan kini mencapai 11,7 juta barel/hari, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah AS.

Seiring produksi yang kuat tersebut, kemarin EIA melaporkan bahwa cadangan minyak mentah AS naik sebesar 10,3 juta barel pada pekan lalu, jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 3,2 juta barel. Peningkatan mingguan itu menjadi yang terbesar sejak Februari 2017.

Adapun, dari sisi permintaan, kabar yang ada juga tidak kalah buruknya. Perang dagang mulai melemahkan ekonomi China dan sekitarnya. Kemarin, bank AS Morgan Stanley menyatakan bahwa "kondisi ekonomi China memburuk secara material" pada kuartal III-2018.

Kemudian, kemarin pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -1,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih buruk dari estimasi pelaku pasar yakni minus 1% saja. Kontraksi ini disebabkan oleh ekspor yang turun 1,8%, penurunan terdalam dalam lebih dari 3 tahun terakhir. Sementara investasi terkontraksi 0,2%, pertama kali dalam 2 tahun.  

Persepsi perlambatan ekonomi dunia lantas menjadi indikasi bahwa permintaan komoditas global juga akan menurun. Saat pasokan melimpah, sementara permintaan lesu, jelas hal ini akan menjadi beban bagi pergerakan harga minyak.

Namun, harga sang emas hitam malah menanjak tinggi. Hingga siang ini, penguatannya sudah 3 hari beruntun. Apa yang menyokong pergerakan harga komoditas ini? Setidaknya ada 3 alasan yang menjadi landasan.  

Pertama, sepertinya harga minyak yang sudah murah kembali menarik di mata investor. Dalam sebulan terakhir, harga brent anjlok 17,53%, sedangkan light sweet amblas 22,74%. Koreksi yang sangat dalam. Akibatnya, investor pun cenderung melakukan aksi beli di pasar komoditas ini.

Kedua, meski cadangan minyak mentah AS naik, namun kemarin EIA melaporkan bahwa stok Bahan Bakar Minyak (BBM) turun 1,4 juta barel, sementara stok distilat juga berkurang 3,6 juta barel. Jatuhnya cadangan produk minyak ini mengindikasikan bahwa permintaan minyak untuk pengilangan masih cukup kencang. Hal ini lantas memberikan dukungan bagi penguatan harga sang emas hitam.

Ketiga, rencana Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi sampai 1,4 juta barel/hari. Pasalnya OPEC menilai pasokan minyak memang berlebih. 

Dalam laporan edisi November 2018, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2019 naik 1,29 juta barel/hari menjadi 31,54 juta barel/hari. Sedangkan produksi minyak tahun depan diperkirakan naik 127.000 barel/hari menjadi 32,9 juta barel/hari. Artinya ada potensi kelebihan pasokan (over supply) sebesar 1,36 juta barel/hari.

"Saya yakin mengurangi produksi 1,4 juta barel/hari adalah yang paling masuk akal," ujar seorang sumber di OPEC kepada Reuters.  

(TIM RISET CNBC INDONESIA)  

(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular