Neraca Dagang dan Transaksi Berjalan Tekor, BI: Butuh Waktu

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 November 2018 15:11
BI memperkirakan defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan tahun 2018 berada di bawah 3% dari PDB.
Konfrensi pers BI (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account) untuk keseluruhan pada 2018 berada di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Perkiraan ini tidak berubah, meski hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan mengalami defisit yang cukup dalam.

"Perkiraan kami yang di bawah 3% PDB itu (defisit transaksi berjalan) sudah memperhitungkan neraca perdagangan yang hari ini diumumkan defisit US$ 1,82 miliar. Untuk tahun depan diusahakan turun ke kisaran 2,5% PDB," kata Perry Warijyo, Gubernur BI, dalam konferensi pers di kantor BI, Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Transaksi berjalan mencerminkan arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih berjangka panjang, sehingga bisa menopang nilai tukar secara berkesinambungan (sustainable).

Namun sejak 2011, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit. Teranyar, transaksi berjalan mencatat defisit 3,37% pada kuartal III-2018, terdalam sejak kuartal II-2018.

Perry melanjutkan, BI dan pemerintah tidak tinggal diam dan terus berupaya menurunkan defisit transaksi berjalan. Dari BI, Perry menyebutkan caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan.

Saat suku bunga acuan naik, maka diharapkan rupiah bisa menguat sehingga impor menjadi tidak terlalu mahal. Beban impor yang berkurang itu kemudian bisa menurunkan defisit transaksi berjalan.

"Dari pemerintah juga sudah banyak yang dilakukan dan ke depan akan ada lagi kebijakan konkret untuk menurunkan transaksi berjalan. Namun langkah-langkah yang ditempuh perlu waktu untuk bisa berdampak kepada transaksi berjalan. Perlu waktu," tegasnya.

Selain itu, Perry juga menyebutkan, defisit transaksi berjalan tidak selalu negatif. Ada pula sisi positifnya karena dapat meningkatkan produktivitas ekonomi dalam jangka menengah-panjang.

"Memang impor masih cukup tinggi. Namun kandungan-kandungan impor ini banyak barang modal di antaranya terkait importasi sejalan dengan pembangunan infrastruktur. Demikian juga investasi bangunan dan non-bangunan," jelas Perry.

Akan tetapi, Perry sepakat bahwa dalam jangka pendek memang defisit transaksi berjalan perlu diturunkan. Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global, transaksi berjalan yang kuat tentu menjadi dambaan semua negara.

"Dalam jangka pendek aliran modal asing, kondisi global, sedang diliputi ketidakpastian. Oleh karena itu, BI dan pemerintah sepakat menurunkan defisit transaksi berjalan tahun ini di bawah 3% dan tahun depan sekitar 2,5%," katanya.

(aji/aji) Next Article Defisit Transaksi Berjalan Kuartal II Bengkak Jadi 3% PDB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular