
Rupiah Anjlok 1% di Kurs Acuan, Minus 0,81% di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 November 2018 10:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan. Nasib rupiah pun serupa di perdagangan pasar spot.
Pada Selasa (13/11/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.895. Rupiah melemah tajam yaitu mencapai 1% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Posisi rupiah hari ini adalah yang terlemah sejak 5 November. Depresiasi hari ini juga merupakan koreksi harian terdalam sejak 13 Agustus.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah meski tidak sedalam di kurs acuan. Pada pukul 10:15 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.930 di mana rupiah melemah 0,81%.
Rupiah menyentuh titik terlemahnya sejak 6 November. Dalam 3 hari terakhir, rupiah sudah melemah 1,57%.
Dengan depresiasi 0,71%, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Jika ini berlanjut hingga penutupan pasar, maka rupiah akan menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning selama 3 hari berturut-turut.
Rupiah dan sebagian mata uang Asia tidak mampu memanfaatkan penguatan dolar AS yang mulai melandai. Beberapa mata uang utama Asia yang bisa menguat adalah yuan China, dolar Hong Kong, yen Jepang, won Korea Selatan, dolar Singapura, baht Thailand, dan dolar Taiwan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 10:16 WIB:
Sinyal bearish bagi dolar AS datang dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Untuk tenor 10 tahun, yield turun 4 basis poin (bps). Yield instrumen ini turun drastis dalam 2 hari perdagangan terakhir setelah menanjak cukup tajam sejak akhir Oktober.
Saat yield di pasar sekunder turun, maka kupon dalam lelang obligasi berikutnya juga berpotensi turun. Lelang terdekat adalah pada tengah malam nanti waktu Indonesia, yaitu untuk tenor jangka pendek 4 pekan, 8 pekan, 13 pekan, dan 26 pekan. Target indikatif dalam lelang ini adalah US$ 164 miliar.
Jika ada potensi penurunan kupon, maka bisa jadi lelang akan kurang semangat. Artinya permintaan dolar AS pun tidak akan membludak karena investor malas-malasan untuk membeli obligasi pemerintahan Presiden Donald Trump. Hasilnya adalah laju penguatan dolar AS melambat.
Namun rupiah belum mampu memanfaatkan peluang ini. Kemungkinan investor masih dihantui data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang jeblok pada kuartal III-2018.
Rilis data terdekat dalam waktu dekat adalah neraca perdagangan dan pengumuman suku bunga acuan, keduanya diumumkan pada 15 November. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2018 mencatat surplus tipis US$ 167,5 juta. Sementara BI diperkirakan masih menahan 7 Day Reverse Repo Rate di 5,75%.
Apabila neraca perdagangan kembali mencetak surplus, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Akan ada persepsi bahwa pasokan valas dari perdagangan cukup memadai, sehingga rupiah punya alasan untuk menguat.
Namun sebelum data itu dirilis, sepertinya rupiah harus bersabar. Sebab data NPI, khususnya transaksi berjalan (current account), sepertinya masih akan membebani langkah mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Selasa (13/11/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.895. Rupiah melemah tajam yaitu mencapai 1% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Posisi rupiah hari ini adalah yang terlemah sejak 5 November. Depresiasi hari ini juga merupakan koreksi harian terdalam sejak 13 Agustus.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah meski tidak sedalam di kurs acuan. Pada pukul 10:15 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.930 di mana rupiah melemah 0,81%.
Rupiah menyentuh titik terlemahnya sejak 6 November. Dalam 3 hari terakhir, rupiah sudah melemah 1,57%.
Dengan depresiasi 0,71%, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Jika ini berlanjut hingga penutupan pasar, maka rupiah akan menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning selama 3 hari berturut-turut.
Rupiah dan sebagian mata uang Asia tidak mampu memanfaatkan penguatan dolar AS yang mulai melandai. Beberapa mata uang utama Asia yang bisa menguat adalah yuan China, dolar Hong Kong, yen Jepang, won Korea Selatan, dolar Singapura, baht Thailand, dan dolar Taiwan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 10:16 WIB:
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Laju penguatan dolar AS mulai melambat. Pada pukul 10:18 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih menguat tetapi tinggal 0,01%. Hampir flat. Sinyal bearish bagi dolar AS datang dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Untuk tenor 10 tahun, yield turun 4 basis poin (bps). Yield instrumen ini turun drastis dalam 2 hari perdagangan terakhir setelah menanjak cukup tajam sejak akhir Oktober.
Saat yield di pasar sekunder turun, maka kupon dalam lelang obligasi berikutnya juga berpotensi turun. Lelang terdekat adalah pada tengah malam nanti waktu Indonesia, yaitu untuk tenor jangka pendek 4 pekan, 8 pekan, 13 pekan, dan 26 pekan. Target indikatif dalam lelang ini adalah US$ 164 miliar.
Jika ada potensi penurunan kupon, maka bisa jadi lelang akan kurang semangat. Artinya permintaan dolar AS pun tidak akan membludak karena investor malas-malasan untuk membeli obligasi pemerintahan Presiden Donald Trump. Hasilnya adalah laju penguatan dolar AS melambat.
Namun rupiah belum mampu memanfaatkan peluang ini. Kemungkinan investor masih dihantui data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang jeblok pada kuartal III-2018.
Rilis data terdekat dalam waktu dekat adalah neraca perdagangan dan pengumuman suku bunga acuan, keduanya diumumkan pada 15 November. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2018 mencatat surplus tipis US$ 167,5 juta. Sementara BI diperkirakan masih menahan 7 Day Reverse Repo Rate di 5,75%.
Apabila neraca perdagangan kembali mencetak surplus, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Akan ada persepsi bahwa pasokan valas dari perdagangan cukup memadai, sehingga rupiah punya alasan untuk menguat.
Namun sebelum data itu dirilis, sepertinya rupiah harus bersabar. Sebab data NPI, khususnya transaksi berjalan (current account), sepertinya masih akan membebani langkah mata uang Tanah Air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular