Dolar AS Mengamuk, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 November 2018 12:30
Dolar AS Mengamuk, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah yang sempat menipiskan pelemahan kini kembali melemah semakin dalam. 

Pada Senin (12/11/2018) pukul 11:59 WIB, US$ 1 di pasar spot setara dengan Rp 14.750. Rupiah melemah 0,48% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Mengawali hari, rupiah sudah melemah 0,14%. Depresiasi rupiah semakin dalam, bahkan sempat menyentuh 0,51%. 


Pelemahan rupiah sempat menipis karena dorongan sentimen positif dari China. Namun momentum ini tidak bertahan lama karena pelemahan rupiah kembali tambah dalam. 

Mata uang Asia pun bernasib serupa dengan rupiah. Bahkan yuan China dan dolar Singapura yang sempat menguat sudah bisa ditaklukkan oleh dolar AS. Ya, greenback kini menyapu bersih Benua Kuning, tidak ada yang selamat dari amukannya.


Dengan depresiasi 0,48%, rupiah jadi mata uang terlemah kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dibandingkan rupee India. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:03 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, dolar AS memang sedang perkasa di dunia. Pada pukul 12:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,13%. 

Faktor internal dan eksternal mendukung keperkasaan dolar AS. Hasil rapat The Federal Reserve/The Fed akhir pekan lalu masih menjadi energi bagi greenback

Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memang mempertahankan suku bunga acuan di 2-2,25%. Namun The Fed masih memandang kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang layak untuk ditempuh. 


Pernyataan ini membuat pelaku pasar bernafsu memburu dolar AS. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengatrol imbalan investasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap.  

Dari eksternal, dolar AS kembali jadi buruan karena tingginya risiko di Inggris. Lagi-lagi proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) menemui hambatan. 

Mengutip Sunday Times, 4 orang menteri di kabinet Perdana Menteri Theresa May dikabarkan siap mundur karena mendukung Inggris untuk tetap menjadi bagian Uni Eropa. Tidak hanya itu, Brussel juga disebut menolak proposal yang diajukan London terkait kesepakatan sementara terkait wilayah kepabeanan di Pulau Irlandia. 

Ketidakpastian soal Brexit membuat investor menghindari Benua Biru. Dolar AS kembali jadi pilihan, sehingga memperkuat mata uang ini. 

Sementara dari dalam negeri, rupiah juga terbeban karena rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018. Pada kuartal III-2018, NPI mengalami defisit US$ 4,39 miliar, terendah sejak kuartal III-2015. 

NPI terdiri dari transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Pada kuartal II-2018, keduanya tekor. 

Transaksi berjalan, yang menggambarkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, mengalami defisit US$ 8,85 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit terdalam sejak kuartal II-2014. Pos ini menjadi perhatian utama pelaku pasar, karena mencerminkan pasokan devisa dari sumber yang lebih berjangka panjang yaitu perdagangan.  


Dengan NPI (dan transaksi berjalan) yang defisit, bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya, maka artinya Indonesia sedang kekurangan valas. Ini tentu akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik terutama rupiah. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular