Sempat Anjlok 1%, Rupiah Masih Jadi Raja Asia Sepekan Ini

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
10 November 2018 13:15
Sempat Anjlok 1%, Rupiah Masih Jadi Raja Asia Sepekan Ini
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta,CNCB Indonesia- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat sepanjang perdagangan sepekan ini. Kondisi ini didorong sentimen positif yang hadir baik dari faktor global maupun domestik.

Selama sepekan, kurs rupiah terapresiasi hingga 1,81% dan ditutup pada level Rp 14.680/US$. Penguatan ini lebih tinggi dibandingkan pekan lalu, dimana rupiah menguat hingga 1,74% dan ditutup pada level Rp 14.950/US$



Dari sisi global, meredanya tensi perang dagang antara AS dan China dan Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) sela di AS jadi faktor yang memperkuat rupiah. Tanda-tanda meredanya hubungan panas antara AS dan China, tercermin dari pernyataan penasehat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.

Kudlow menjelaskan, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu di sela-sela pertemuan G-20 pada akhir bulan ini. Rencananya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan berdialog di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini.

"Kami mungkin akan melakukan dialog yang sangat bagus dengan Presiden Xi," ujar Kudlow.

Presiden Trump sendiri mengungkapkan arah perdamaian dengan sudah di jalur yang tepat. Bahkan Trump sudah menelepon Xi dan menyatakan diskusi Washington-Beijing berjalan mulus.

"Diskusi dengan China sangat baik. Kami berdua semakin dekat untuk mencapai sesuatu. Saya rasa kami akan mencapai kesepakatan dengan China, dan itu akan adil untuk semua," kata Trump kepada jurnalis di Gedung Putih, dikutip dari Reuters.

Selain faktor meredanya tensi perang dagang, hasil Pemilu Sela AS juga ikut memberikan efek positif tersendiri bagi rupiah. Partai Republik sebagai pendukung pemerintah mampu mempertahankan dominasinya di Senat. Akan tetapi, Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.

Ketika partai oposisi naik berpotensi terjadinya kondisi gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) di Washington. Dikhawatirkan akan ada perubahan arah kebijakan pemerintahan Trump, karena Partai Demokrat sebagai oposisi sudah memiliki kekuatan.

Kondisi politik di AS yang tidak menentu, jadi musuh utama bagi investor. Akibatnya, aliran modal pun terbang dari Negeri Paman Sam menuju pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia. Situasi ini terlihat dari pergerakan dolar index (menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata utama) sepanjang pekan ini yang melemah 0,24%.


Dari domestik, faktor rilis data pertumbuhan ekonomi Q3-2018 jadi faktor penguat rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 5,17% Year-on-Year (YoY) atau melambat dibandingkan kuartal II-2018 yaitu 5,27% YoY
 
Meskipun melambat, angka ini melebihi konsensus pasar di kisaran 5,14%. Selain itu, pencapaian tersebut melebihi pencapaian di kuartal II-2017 yaitu 5,06% YoY.
 
Pencapaian ini tidak lepas dari dua hal. Pertama, keberhasilan pemerintah menjaga tingkat konsumsi di level 5%. Kedua investasi yang tumbuh 6,96 persen (yoy) pada Q3, membaik dari 5,87% (yoy) pada Q2/2018.
 
Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti, keberhasilan pemerintah menjaga pertumbuhan dua variabel tersebut patut diapresiasi. Terlebih dua variabel tersebut merupakan kontributor terbesar bagi pertumbuhan PDB.
 
Hal tersebut mendorong investor asing semakin tertarik memburu instrumen investasi di Indonesia. Di pasar saham misalnya, aksi beli bersih investor asing selama sepekan mencapai Rp 3,78 triliun.

Aliran modal yang membanjiri pasar keuangan Indonesia ditambah pergerakan dolar AS yang lesu, memberikan sentimen positif bagi rupiah. Dampaknya rupiah pun perkasa selama 1 pekan kemarin dan menjadi raja di Asia.

 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular