Rupiah Boleh Perkasa Hari Ini, Tapi Jangan Berpuas Diri

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 November 2018 13:37
Rupiah Boleh Perkasa Hari Ini, Tapi Jangan Berpuas Diri
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) perkasa pada perdagangan hari ini. Namun risiko bagi rupiah masih sangat besar sehingga kewaspadaan tidak boleh mengendur. 

Pada Selasa (6/11/2018) pukul 13:06 WIB, US$ 1 di pasar spot sama dengan Rp 14.830. Rupiah menguat lumayan signifikan yaitu mencapai 0,97% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah boleh berbangga karena menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Mayoritas mata uang utama Benua Kuning malah masih melemah di hadapan dolar AS. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 13:08 WIB: 



Meski begitu, rupiah tidak boleh terlena. Sebab dalam waktu dekat masih banyak risiko yang mengintai dan rentan membuat rupiah berbalik arah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pertama adalah rapat pengambil kebijakan The Federal Reserve/The Fed atau Federal Open Market Committee (FOMC) pada 8 November waktu AS. Pelaku pasar memang memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25% dengan probabilitas mencapai 95,4% menurut CME Fedwatch. 

Namun bisa saja The Fed memberikan kejutan dalam rapat ini. Apalagi data terbaru menunjukkan pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam terus membaik.

Angka pengangguran AS pada Oktober 2018 memang masih bertahan di 3,7% tetapi penciptaan lapangan kerja mencapai 250.000. Jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yaitu 190.000, juga jauh melampaui angka bulan sebelumnya yaitu 118.000. 

Kemudian upah per jam rata-rata meningkat sebesar 0,2% secara bulanan atau 3,1% secara tahunan. Peningkatan tahunan sebesar itu merupakan yang tercepat sejak tahun 2009. 

Artinya, perekonomian Negeri Adidaya masih kuat sehingga membuat The Fed punya alasan untuk terus menerapkan kebijakan moneter ketat. Apabila The Fed menilai bahwa ekonomi terus tumbuh cepat dan ancaman inflasi semakin nyata, maka bukan tidak mungkin ada petunjuk baru berupa penambahan dosis kenaikan suku bunga. 

Untuk tahun depan, pelaku pasar memperkirakan ada setidaknya tiga kali kenaikan Federal Funds Rate dan setidaknya sekali pada 2020. Namun bila ekonomi AS semakin kuat, inflasi semakin mengancam, maka bisa jadi The Fed akan memandang perlu pengetatan moneter ekstra untuk menjaga Negeri Adidaya dari risiko overheating

Kalau sampai ada sinyal seperti itu, maka dolar AS akan mendapat doping untuk menguat. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di AS semakin menarik, karena imbalan investasi juga akan ikut naik. Permintaan dolar AS pun akan meningkat dan nilainya menguat. 

Kedua adalah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS. Pada pukul 13:20 WIB, yield obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun adalah 3,2028%. Naik dibandingkan posisi kemarin yaitu 3,199%. 

Kenaikan yield adalah sinyal bullish bagi dolar AS. Sebab yield di pasar sekunder akan menjadi acuan penentuan kupon di lelang selanjutnya, yaitu pada 6 dan 7 November waktu AS. 

Investor yang berharap kupon akan naik bakal berburu dolar AS sebagai amunisi untuk membeli obligasi dalam lelang. Permintaan dolar AS lagi-lagi akan naik, dan mata uang ini pun siap menguat. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Ketiga adalah dari dalam negeri, yaitu rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal III-2018 pada 9 November. Kemungkinan NPI akan kembali defisit, seperti dua kuartal sebelumnya. 

Tahun ini, NPI terus mengalami defisit. Artinya devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk, sehingga rupiah tidak punya modal untuk menguat. 

Pada kuartal I-2018, NPI membukukan defisit US$ 3,9 miliar dan pada kuartal berikutnya tekor lebih dalam yaitu US$ 4,3 miliar. Padahal sejak Maret 2016, NPI belum pernah lagi defisit. 

NPI terdiri dari dua komponen besar yaitu transaksi berjalan (current account) serta transaksi modal dan finansial. Komponen yang pertama disebut menggambarkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, sementara yang belakangan adalah pasokan valas dari investasi di sektor riil maupun pasar keuangan atau portofolio. 

Di sisi current account, Indonesia memang tidak pernah lagi mengalami surplus sejak kuartal IV-2011. Artinya, sektor perdagangan tidak pernah lagi memberikan sumbangan tetapi malah menyedot devisa.  Pada kuartal III-2018, kemungkinan besar transaksi berjalan kembali defisit. Indikator paling mudah adalah dari sisi perdagangan.  

Sepanjang kuartal III-2018, neraca perdagangan defisit US$ 2,72 miliar. Bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 1,37 miliar.  Artinya, ada kemungkinan defisit transaksi berjalan kuartal III-2018 akan lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya. Padahal pada kuartal II-2018, defisit transaksi berjalan sudah yang paling dalam sejak 2014.  

Kemudian di sisi transaksi modal dan finansial, hal yang patut dicermati adalah penanaman modal asing di sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI). Pada kuartal III-2018, FDI terkontraksi alias minus 20,2% secara year-on-year (YoY). Lebih dalam ketimbang kontraksi pada kuartal II-2018 yaitu 12,9%.  

Namun ada sedikit harapan dari pasar keuangan. Pada kuartal III-2018, investor asing membukukan jual bersih Rp 1,74 triliun. Masih ada outflow, tetapi jauh lebih sedikit ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai Rp 25,94 triliun. 

Di pasar obligasi pemerintah, investor asing melakukan malah beli bersih Rp 23,39 triliun. Bandingkan dengan kuartal II-2018 di mana terjadi jual bersih Rp 31,18 triliun. 

Artinya, ada kemungkinan transaksi modal dan finansial akan mampu sedikit menutupi lubang menganga yang disebabkan transaksi berjalan. Atau setidaknya transaksi modal dan finansial tidak menjadi beban tambahan, do no harm

Akan tetapi, secara keseluruhan NPI kuartal III-2018 kemungkinan masih akan mengalami defisit. Bahkan mungkin lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya, karena defisit yang lebih parah di transaksi berjalan akan sulit diimbangi oleh perbaikan di transaksi modal dan finansial. 

Oleh karena itu, rupiah kemungkinan masih akan diterpa cobaan dalam waktu dekat. Dolar AS masih punya amunisi untuk menguat sementara kala NPI defisit, maka rupiah memang tidak punya pijakan untuk menguat karena minimnya pasokan valas.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular