Perhatikan 5 Sentimen Penggerak Bursa Saham Ini Pekan Depan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
04 November 2018 20:52
Perhatikan 5 Sentimen Penggerak Bursa Saham Ini Pekan Depan
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia-Sepanjang pekan lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 2% ke level 5.906, menjadikannya sebagai bursa saham dengan kinerja terbaik kedua di Asia Tenggara setelah indeks saham Vietnam.

Untuk pekan ini, penguatan IHSG berpeluang kian terbatas menyusul tekanan dari perekonomian dalam dan luar negeri 5 hari ke depan, mulai dari pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi melambat hingga neraca perdagangan China yang diproyeksikan tertekan akibat perang dagang.

Sentimen pertama datang dari dalam negeri yakni pertumbuhan ekonomi triwulan III-2018 (Q3), yang menurut konsensus Revinitif (Reuters) bakal berada di angka 5,15% (tahunan) dan 3,07% (kuartalan). Angka itu lebih rendah dari capaian pada kuartal II yang berada di level 5,27%.

Menurut konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, produk domestik bruto (PDB) pada periode tersebut bakal berada di level 5,145% secara tahunan (year on year/YoY) alias masih lebih rendah dari pertumbuhan kuartal kedua.

Proyeksi perlambatan tersebut muncul setelah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan kontraksi realisasi investasi kuartal III-2018 di angka -1,6% (YoY), mengikuti kontraksi belanja modal pemerintah sepanjang Januari-September sebesar -5,7% (YoY).

Sentimen kedua masih dari dalam negeri yakni pengumuman Indeks Keyakinan Bisnis kuartal III pada Senin, berbarengan dengan Indeks Keyakinan Konsumen Q3. Selanjutnya, bakal ada rilis data penjualan ritel tahunan (September), yang diperkirakan anjlok dari sebelumnya 6,1% menjadi hanya 3,5%.

NEXT

Sentimen ketiga bakal berasal dari China yang diperkirakan mengonfirmasi luka-luka yang dideritanya dalam perang dagang melawan AS. Negeri Tirai Bambu ini pada Kamis akan mengumumkan neraca perdagangan Oktober yang diprediksi melemah ke US$29 miliar, dari sebelumnya US$31,7 miliar.

Tertekannya perekonomian negara terbesar Asia ini sedikit banyak menjadi kabar buruk bagi Indonesia, karena China merupakan tujuan utama ekspor Indonesia. Di sisi lain, Trading Economics memperkirakan klaim pengangguran Amerika Serikat (AS) pada Oktober membaik ke 1.627.000, dari sebelumnya 1.631.000 mengindikasikan bahwa perekonomian Negara Adidaya tersebut secara riil unggul berkat perang dagang sehingga menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Di AS belum ada kabar buruk bahkan secara politik. Presiden eksentrik AS Donald Trump diprediksi masih di atas angin meski bakal muncul rilis hasil pemilihan paruh waktu (mid term election) Kongres di mana Senat diprediksi masih dikuasai partai Republik, meski Demokrat akan menguasai Kongres.

Inggris juga akan mengumumkan pertumbuhan ekonominya (per September) yang diperkirakan tumbuh 0,7% (kuartalan) dan 1,5% (tahunan), naik dari sebelumnya 0,4% dan 1,2%. Namun, neraca perdagangan inggris September diperkirakan masih defisit £1,1 miliar dari sebelumnya £1,3 miliar.

NEXT


Sentimen keempat bakal muncul dari AS, karena pada Rabu dan Kamis surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun dan 30 tahun AS dilelang dengan imbal hasil (yield) yang diperkirakan lebih tinggi dari 3,225%.

Lelang tersebut berpeluang besar menarik dana global ke AS, termasuk dari Indonesia, sehingga membuat negara emerging market menggunakan cadangan devisanya untuk mengintervensi pasar agar volatilitas mata uangnya tidak meningkat.

Pada Rabu, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan posisi cadangan devisa Oktober yang diperkirakan melemah ke US$114,5 miliar, dari sebelumnya US$114,8 miliar. Di sisi lain, cadangan devisa China Oktober diperkirakan melemah ke US$3,07 triliun, dari sebelumnya US$3,09 triliun.

Dari Jepang, pemerintah Negeri Sakura ini akan merilis data kepemilikan asing di obligasi pemerintah pada Oktober yang diperkirakan masih minus di kisaran -93,8 miliar yen, membaik dari periode sebelumnya yang mencapai -1.077,8 miliar yen.

Kenaikan suku bunga acun di AS sedikit banyak membuat investor global di Jepang merealokasi investasinya ke Negeri Sam terutama di tengah tren kenaikan Fed Funds Rate. Pada akhir pekan nanti, Federal Reserve AS mengumumkan suku bunga acuannya yang diprediksi masih flat di level 2,25%.

NEXT


Sentimen kelima yang layak diperhatikan adalah indikator manufaktur beberapa negara dunia yang diprediksi melemah yang terpantau dari rilis data Markit Composite PMI (Purchasing Manager Index) AS, Jerman, Uni Eropa, hingga PMI Jepang yang dirilis Nikkei yang bakal menjadi sentimen positif.

Pada Senin, pelaku pasar AS akan mendapatkan rilis Markit PMI Services PMI Final, yang menurut konsensus Trading Economics cenderung menguat, dari sebelumnya 53,5 menjadi 54,7. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi dan sebaliknya di bawah itu mengindikasikan adanya penurunan manufaktur.

Selanjutnya pada Selasa, data Markit Composite PMI Final (Oktober) untuk Jerman dan Uni Eropa juga akan dirilis. Angka PMI Final Jerman diprediksi melemah menjadi 52,7 dari sebelumnya 55.

Sementara itu, konsensus angka Uni Eropa melemah menjadi 52,7 dari sebelumnya pada 54,1.
Di sisi lain, Nikkei Services PMI di Jepang pada Oktober diprediksi menguat menjadi 51,4 dari sebelumnya 50,2.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular