
Bunga Global Bond Pertamina 6,5% Dinilai Murah dan Wajar
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 November 2018 20:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Bunga obligasi global yang diterbitkan PT Pertamina (Persero) sebesar 6,5% per tahun dinilai masih lebih murah dibandingkan dengan beberapa instrumen serupa.
Efek global senilai US$ 750 juta berdenominasi dolar Amerika Serikat tersebut baru diterbitkan dan mengalami kelebihan permintaan 1,2 kali.
Direktur Utama PT Asanusa Asset Management Siswa Rizali mengatakan selisih (spread) premium terhadap tingkat imbal hasil (yield) pembandingnya yaitu Obligasi Pemerintah AS (US Treasury), Obligasi Global Pemerintah Indonesia, dan obligasi korporasi BUMN minyak negara lain cukup wajar.
"Berarti risk premium-nya 1,24% [terhadap yield obligasi Indonesia 5,26%]. Karena obligasi Pertamina ini tenor panjang dan instrumen akan kurang likuid, bisa dibilang wajar [kuponnya]," ujar Rizal.
Dia juga membandingkan kupon Pertamina dengan selisih antara yield obligasi global pemerintah Indonesia 30 tahun yang 5,26% dengan yield US Treasury tenor serupa sebesar 3,2%.
Menurut dia, spread kedua obligasi pemerintah yang sekitar 2% cukup menjadi acuan bahwa kupon Pertamina yang hanya berselisih 1,24% dan tidak sampai 2% merupakan hitungan yang cukup rendah.
Dia juga membandingkan dengan BUMN minyak negara berkembang lain yaitu Petroleo Brasileiro (Petrobras) asal Brasil.
Saat ini, Petrobras memiliki obligasi global jatuh tempo 2044 dengan yield 7,4%.
Meskipun peringkat Petrobras lebih rendah daripada Pertamina (BBB-) yaitu BB-, dia menilai selisih yield keduanya cukup normal dan wajar.
Serupa dengan pernyataan tersebut, Sutan Alamsaputra, Head of ALM & Research Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) Indonesia menilai kupon tersebut tidak masalah jika BUMN minyak tersebut memiliki hedging.
"Dibanding [kupon dan yield] obligasi domestik BUMN saat ini di kisaran 9,5%, berarti masih ada selisih (spread) 3% untuk menutup hedging cost-nya".
Selain itu, lanjutnya, nilai tukar dolar AS dan yield dari US Treasury masih akan terus naik karena potensi kenaikan suku bunga acuan AS yang masih agresif.
Berseberangan dengan hal tersebut, obligasi Pertamina ini sudah mengunci nilai kuponnya hingga 30 tahun ke depan. "Apalagi, sekiranya ekspektasi nilai tukar rupiah akan menguat, Pertamina akan untung [jika tidak di-hedging]."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Market Bites: WIKA Siap Galang Dana dari Obligasi dan Sukuk
Efek global senilai US$ 750 juta berdenominasi dolar Amerika Serikat tersebut baru diterbitkan dan mengalami kelebihan permintaan 1,2 kali.
"Berarti risk premium-nya 1,24% [terhadap yield obligasi Indonesia 5,26%]. Karena obligasi Pertamina ini tenor panjang dan instrumen akan kurang likuid, bisa dibilang wajar [kuponnya]," ujar Rizal.
Dia juga membandingkan kupon Pertamina dengan selisih antara yield obligasi global pemerintah Indonesia 30 tahun yang 5,26% dengan yield US Treasury tenor serupa sebesar 3,2%.
Menurut dia, spread kedua obligasi pemerintah yang sekitar 2% cukup menjadi acuan bahwa kupon Pertamina yang hanya berselisih 1,24% dan tidak sampai 2% merupakan hitungan yang cukup rendah.
Dia juga membandingkan dengan BUMN minyak negara berkembang lain yaitu Petroleo Brasileiro (Petrobras) asal Brasil.
Saat ini, Petrobras memiliki obligasi global jatuh tempo 2044 dengan yield 7,4%.
Meskipun peringkat Petrobras lebih rendah daripada Pertamina (BBB-) yaitu BB-, dia menilai selisih yield keduanya cukup normal dan wajar.
Serupa dengan pernyataan tersebut, Sutan Alamsaputra, Head of ALM & Research Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) Indonesia menilai kupon tersebut tidak masalah jika BUMN minyak tersebut memiliki hedging.
"Dibanding [kupon dan yield] obligasi domestik BUMN saat ini di kisaran 9,5%, berarti masih ada selisih (spread) 3% untuk menutup hedging cost-nya".
Selain itu, lanjutnya, nilai tukar dolar AS dan yield dari US Treasury masih akan terus naik karena potensi kenaikan suku bunga acuan AS yang masih agresif.
Berseberangan dengan hal tersebut, obligasi Pertamina ini sudah mengunci nilai kuponnya hingga 30 tahun ke depan. "Apalagi, sekiranya ekspektasi nilai tukar rupiah akan menguat, Pertamina akan untung [jika tidak di-hedging]."
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article Market Bites: WIKA Siap Galang Dana dari Obligasi dan Sukuk
Most Popular