Rupiah dan Mata Uang Asia Ramai-ramai Keroyok Dolar AS

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 November 2018 16:24
Rupiah dan Mata Uang Asia Ramai-ramai Keroyok Dolar AS
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah dan mata uang Asia kompak menekan dolar AS. 

Pada Kamis (1/11/2018), US$ 1 dibanderol Rp 15.125 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat cukup tajam yaitu 0,49% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Sepanjang hari ini, rupiah tidak pernah menyentuh zona merah. Saat pembukaan pasar, rupiah menguat 0,13% meski selepas itu apresiasi rupiah menipis hingga hanya tersisa 0,03%. 


Namun setelah tengah hari, rupiah menggila. Rupiah terus menguat secara ugal-ugalan dan ditutup hampir menguat 0,5%. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah pada perdagangan hari ini: 

 

Senada dengan rupiah, seluruh mata uang Asia pun mampu perkasa di hadapan dolar AS. Hari ini memang bukan harinya greenback, mata uang Negeri Paman Sam begitu nelangsa karena dikeroyok ramai-ramai. 

Penguatan paling tajam dialami oleh won Korea Selatan yang nyaris mencapai 1%. Disusul oleh rupee India dan rupiah di posisi ketiga. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada ukul 16:09 WIB: 

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Tidak hanya di Asia, dolar AS juga babak-belur secara global. Pada pukul 16:12 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah lumayan dalam, sampai 0,58%. 

Arus modal memang sedang tidak berpihak kepada Negeri Paman Sam seiring pulihnya risk appetite pelaku pasar. Berbagai perkembangan positif membuat investor berani mengambil risiko dan masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Dari AS, Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan ada peluang Washington-Beijing akan berdamai dan mengakhiri friksi dagang yang memanas sejak awal tahun. Bahkan bisa saja bea masuk yang sudah diterapkan bakal dicabut. 

"Tidak ada yang ditulis di atas batu. Jika ada kesepakatan dengan China, maka bisa saja berbagai bea masuk akan dihapuskan," ungkapnya kepada wartawan di Gedung Putih, mengutip Reuters. 

Rencananya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan berdialog di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. "Kami mungkin akan melakukan dialog yang sangat bagus dengan Presiden Xi," ujar Kudlow. 

Ketegangan perang dagang pun sedikit mereda, dan investor mulai keluar dari sarangnya. Pelaku pasar berani mengambil risiko dan masuk ke aset-aset di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. 

Aura positif juga datang dari Eropa. Inggris dan Uni Eropa dikabarkan mencapai kesepakatan sementara terkait nasib lembaga keuangan selepas Brexit. 

The Times melaporkan, Perdana Menteri Inggris Theresa May sudah sepakat dengan Uni Eropa bahwa lembaga keuangan Negeri Ratu Elizabeth tetap bisa mengakses pasar Eropa Kontinental meski nanti Inggris tidak lagi menjadi bagian Uni Eropa. Lembaga keuangan Inggris tetap bisa memberikan pelayanan hingga pertukaran data. 

Selain dari Inggris, kabar positif lainnya adalah rilis data inflasi Zona Euro periode Oktober yang sebesar 2,2% year-on-year (YoY). Lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,1%. 

Inflasi Benua Biru yang mulai merangkak naik dengan stabil akan memantapkan sikap Bank Sentral Uni Eropa (ECB) untuk melakukan pengetatan moneter. Dimulai dengan mengakhiri stimulus moneter pada Desember 2018, dan menaikkan suku bunga acuan pada musim panas (tengah tahun) 2019. 

Sentimen-sentimen positif ini membuat investor meninggalkan aset-aset aman (termasuk dolar AS) dan masuk ke instrumen berisiko. Rupiah dkk di Asia pun diuntungkan karena menerima aliran dana yang keluar dari Negeri Paman Sam.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular