Investor Harap Waspada, IHSG Hampir Selalu Melemah Bulan Ini!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 November 2018 10:58
Investor Harap Waspada, IHSG Hampir Selalu Melemah Bulan Ini!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali bulan ini dengan manis yakni menguat sebesar 0,4% ke level 5.855,22. Namun, pelaku pasar hendaknya jangan senang dulu. Pasalnya, kemungkinan besar IHSG akan membukukan pelemahan sepanjang bulan ini.

Dalam 10 tahun terakhir (2008-2017), IHSG hanya 2 kali memberikan imbal hasil positif secara bulanan pada bulan November, yakni pada tahun 2009 (+2,03%) dan 2014 (+1,19%).



Memang, pada bulan ini ada sejumlah risiko dari dalam negeri yang berpotensi membuat IHSG kembali mengikuti kata sejarah dengan membukukan koreksi.


Risiko pertama datang dari rilis angka inflasi periode Oktober 2018 pada hari ini pukul 11:00 WIB oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan bulanan sebesar 0,17%.

Pada September 2018, Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,18% MoM, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,02% MoM. Kala itu, deflasi yang cukup dalam ini diartikan sebagai sinyal lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia. Sepanjang bulan lalu, indeks saham sektor barang konsumsi lantas melemah sebesar 4,03%.

Apabila inflasi bulan Oktober ternyata jauh di bawah ekspektasi atau bahkan kembali membukukan deflasi, maka saham-saham barang konsumsi bisa kembali dilepas oleh investor.

Namun, jika inflasi terlampau tinggi, aksi jual di pasar saham juga bisa terjadi lantaran hal tersebut memberi sinyal bahwa depresiasi rupiah sudah mulai memberikan dampak negatif ke sektor riil. Risiko kedua datang dari rilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 pada tanggal 5 November 2018. Sekedar mengingatkan, perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,27% YoY sepanjang kuartal-II 2018, mengalahkan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 5,125% YoY.

Namun, pada kuartal-III 2018 pelaku pasar sepertinya tak bisa mengharapkan kejutan positif seperti pada kuartal-II lantaran momen pendongkrak konsumsi yang membentuk lebih dari setengah perekonomian Indonesia yakni bulan puasa dan lebaran sudah berlalu. Di kuartal-III, memang ada pagelaran Asian Games namun dampaknya ke konsumsi masyarakat seharusnya lebih kecil dari bulan puasa dan lebaran.

Kemudian, investasi yang juga merupakan komponen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nampak tak bisa diharapkan. Pada hari Selasa (30/10/2018), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan bahwa total investasi langsung pada kuartal III-2018 turun 1,6% dibandingkan capaian kuartal III-2017 menjadi Rp 173,8 triliun. Investasi langsung dari pihak asing alias foreign direct investment (FDI) bahkan tercatat anjlok hingga 20,2% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2017 menjadi Rp 89,1 triliun. Risiko ketiga datang dari pengumuman Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal-III 2018 oleh Bank Indonesia (BI) pada tanggal 9 November 2018. Pelaku pasar akan mencermati posisi neraca berjalan yang merupakan komponen dari NPI. Pasalnya, pos ini menunjukkan arah aliran dolar AS dalam jangka menengah.

Celakanya, menjelang akhir bulan lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengindikasikan bahwa defisit neraca berjalan/current account deficit (CAD) kuartal-III 2018 akan membengkak cukup signifikan dari capaian kuartal-II 2018 yang sebesar 3,04% dari PDB.

"Kan masih ada Juli sama Agustus 2018. Yang memang masih tinggi. Utamanya di Migas. Kemarin defisit besar di migas. Apakah B20, kenaikan harga BBM. Di Kuartal III-2018 masih wajar kalau di atas 3%. Tapi perkiraan kami di Kuartal III-2018 tidak akan lebih dari 3,5%," papar Perry di Gedung BI, Jumat (26/10/2018). Terakhir, jangan lupakan juga sentimen eksternal yang masih kurang kondusif, terutama terkait perang dagang AS-China dan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi.

Kabar terbaru, AS siap menerapkan bea masuk baru kepada produk-produk China apabila pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow sudah mengonfirmasi bahwa keduanya akan melakukan pembicaraan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) pada akhir bulan ini.

Mengutip Reuters, sumber di lingkaran Gedung Putih mengungkapkan Washington sudah menyiapkan bea masuk baru sebagai skenario terburuk. Kemungkinan pengenaan bea masuk itu adalah untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 257 miliar seperti yang sering dikemukakan Trump.

Kemudian terkait dengan tewasnya Khashoggi, belakangan justru kian terkuak bahwa peristiwa tersebut merupakan sebuah hal yang terencana. Perkembangan terbaru, seorang jaksa Turki mengatakan bahwa Khashoggi dicekik sampai meninggal setelah memasuki Konsulat Arab Saudi di Turki, sebelum kemudian tubuhnya dimutilasi, seperti dikutip dari VOA Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular