
Bursa Saham Asia Melesat, IHSG Berhasil Ditutup Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 October 2018 16:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca mengakhiri sesi 1 dengan melemah 0,33%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,74% pada penutupan perdagangan sesi 2 ke level 5,831.65.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,4 triliun dengan volume sebanyak 10,98 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 379.291 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG adalah: PT Astra International Tbk/ASII (+2,6%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+4,98%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,32%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,64%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+2,45%).
Aksi beli yang begitu kuat di kawasan regional pada akhirnya berhasil mengangkat kinerja IHSG. Hingga IHSG ditutup, indeks Nikkei melesat 2,16%, indeks Shanghai menguat 1,35%, indeks Hang Seng naik 1,6%, indeks Strait Times terapresiasi 1,59%, dan indeks Kospi naik 0,74%.
Sentimen positif bagi bursa saham regional salah satunya datang dari melesatnya Wall Street pada dini hari tadi: Dow Jones ditutup melesat 1,77%, S&P 500 melesat 1,57%, dan Nasdaq menguat 1,58%.
Saham-saham semikonduktor menjadi motor penguatan Wall Street: Intel melesat 5,2%, Nvidia meroket 9,36%, dan KLA-Tencor melejit 7,6%.
Saham Nvidia melejit lantaran mendapat angin segar dari JPMorgan yang menaikkan rating perusahaan dari netral menjadi overweight. JPMorgan menganggap kejatuhan saham perusahaan sepanjang bulan ini telah terlampau dalam, seperti dikutip dari Barron's.
Target harga baru yang dipatok analis JPMorgan Harlan Sur di level US$ 255/saham mengimplikasikan upside sebesar 37% dari posisi penutupan saham Nvidia pada hari Senin (29/10/2018).
Sentimen positif juga datang dari bergeliatnya pasar tenaga kerja di Jepang. Kemarin pagi (30/10/2018), tingkat pengangguran per akhir September diumumkan sebesar 2,3%, di bawah konsensus yang sebesar 2,4%.
Terakhir, rencana suntikan dana di bursa saham Korea Selatan masih terus direspon positif oleh pelaku pasar. Pada hari Senin, otoritas dan institusi keuangan disana mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama untuk membangkitkan pasar saham Korea Selatan yang terus saja melemah dengan membentuk pendanaan senilai KRW 500 miliar (US$ 439,1 juta) dan menyuntikannya ke pasar saham pada awal November.
Kim Yong-beom, Wakil Ketua dari Financial Services Commission mengatakan bahwa dana senilai KRW 300 miliar akan disuntikkan untuk saham-saham anggota indeks Kosdaq, sementara dana lainnya dengan nilai setidaknya KRW 200 miliar akan digunakan untuk berinvestasi di saham-saham anggota Kosdaq dan Kospi, seperti dikutip dari Pulse.
Kuatnya dorongan beli dari berbagai sentimen positif tersebut membuat lemahnya aktivitas manufaktur di China terabaikan pada perdagangan hari ini. Pada pagi hari, Manufacturing PMI periode Oktober diumumkan di level 50,2, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 50,6, seperti dikutip dari CNBC International. Sebagai informasi, pada bulan September Manufacturing PMI China tercatat sebesar 50,8, juga lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 51,2.
Perang dagang dengan AS nampak sangat membebani aktivitas manufaktur di China. Pada 24 September silam, AS resmi memberlakukan bea masuk baru bagi importasi produk China senilai US$ 200 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar.
Dari dalam negeri, pelaku pasar memanfaatkan momentum yang ada dengan mengoleksi saham-saham yang kinerja keuangannya kinclong. Seperti yang sudah disebutkan di atas, ASII dan BMRI menjadi 2 saham utama yang mendorong penguatan IHSG pada hari ini.
Sepanjang kuartal-III 2018, ASII membukukan pendapatan senilai Rp 62,3 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv senilai Rp 61,99 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 6,69 triliun, juga di atas ekspektasi analis yang sebesar Rp 5,53 triliun.
Jika ditotal, sepanjang 9 bulan pertama tahun ini pendapatan ASII mencapai Rp 174,9 triliun atau naik 16,4% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 17,1 triliun, naik 20,6% YoY.
Sementara itu, sepanjang kuartal-III 2018 BMRI membukukan pendapatan bunga bersih/net interest income (NIM) sebesar Rp 13,9 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun Refinitiv sebesar Rp 13,6 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 5,9 triliun, di atas estimasi yang sebesar Rp 5,3 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 9,4 triliun dengan volume sebanyak 10,98 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 379.291 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG adalah: PT Astra International Tbk/ASII (+2,6%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+4,98%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,32%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,64%), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (+2,45%).
Saham-saham semikonduktor menjadi motor penguatan Wall Street: Intel melesat 5,2%, Nvidia meroket 9,36%, dan KLA-Tencor melejit 7,6%.
Saham Nvidia melejit lantaran mendapat angin segar dari JPMorgan yang menaikkan rating perusahaan dari netral menjadi overweight. JPMorgan menganggap kejatuhan saham perusahaan sepanjang bulan ini telah terlampau dalam, seperti dikutip dari Barron's.
Target harga baru yang dipatok analis JPMorgan Harlan Sur di level US$ 255/saham mengimplikasikan upside sebesar 37% dari posisi penutupan saham Nvidia pada hari Senin (29/10/2018).
Sentimen positif juga datang dari bergeliatnya pasar tenaga kerja di Jepang. Kemarin pagi (30/10/2018), tingkat pengangguran per akhir September diumumkan sebesar 2,3%, di bawah konsensus yang sebesar 2,4%.
Terakhir, rencana suntikan dana di bursa saham Korea Selatan masih terus direspon positif oleh pelaku pasar. Pada hari Senin, otoritas dan institusi keuangan disana mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama untuk membangkitkan pasar saham Korea Selatan yang terus saja melemah dengan membentuk pendanaan senilai KRW 500 miliar (US$ 439,1 juta) dan menyuntikannya ke pasar saham pada awal November.
Kim Yong-beom, Wakil Ketua dari Financial Services Commission mengatakan bahwa dana senilai KRW 300 miliar akan disuntikkan untuk saham-saham anggota indeks Kosdaq, sementara dana lainnya dengan nilai setidaknya KRW 200 miliar akan digunakan untuk berinvestasi di saham-saham anggota Kosdaq dan Kospi, seperti dikutip dari Pulse.
Kuatnya dorongan beli dari berbagai sentimen positif tersebut membuat lemahnya aktivitas manufaktur di China terabaikan pada perdagangan hari ini. Pada pagi hari, Manufacturing PMI periode Oktober diumumkan di level 50,2, lebih rendah dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebesar 50,6, seperti dikutip dari CNBC International. Sebagai informasi, pada bulan September Manufacturing PMI China tercatat sebesar 50,8, juga lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 51,2.
Perang dagang dengan AS nampak sangat membebani aktivitas manufaktur di China. Pada 24 September silam, AS resmi memberlakukan bea masuk baru bagi importasi produk China senilai US$ 200 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk asal AS senilai US$ 60 miliar.
Dari dalam negeri, pelaku pasar memanfaatkan momentum yang ada dengan mengoleksi saham-saham yang kinerja keuangannya kinclong. Seperti yang sudah disebutkan di atas, ASII dan BMRI menjadi 2 saham utama yang mendorong penguatan IHSG pada hari ini.
Sepanjang kuartal-III 2018, ASII membukukan pendapatan senilai Rp 62,3 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv senilai Rp 61,99 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 6,69 triliun, juga di atas ekspektasi analis yang sebesar Rp 5,53 triliun.
Jika ditotal, sepanjang 9 bulan pertama tahun ini pendapatan ASII mencapai Rp 174,9 triliun atau naik 16,4% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 17,1 triliun, naik 20,6% YoY.
Sementara itu, sepanjang kuartal-III 2018 BMRI membukukan pendapatan bunga bersih/net interest income (NIM) sebesar Rp 13,9 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun Refinitiv sebesar Rp 13,6 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 5,9 triliun, di atas estimasi yang sebesar Rp 5,3 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Dibuka Naik Tipis, IHSG Langsung Putar Balik ke Zona Merah
Most Popular