Dibuka Menguat, Rupiah Terpeleset ke Zona Merah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 October 2018 08:37
Dibuka Menguat, Rupiah Terpeleset ke Zona Merah
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun apresiasi rupiah semakin tipis dan kemudian terpeleset ke zona merah. 

Pada Rabu (31/10/2018), US$ 1 dihargai Rp 15.215 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,05% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 


Namun seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah yang terbatas itu semakin tipis. Pada pukul 08:10 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 15.220 di mana penguatan rupiah tinggal 0,01%.  

Rupiah sudah berdiri di lapisan es yang sangat tipis, bisa sewaktu-waktu jatuh ke teritori depresiasi. Kemungkinan itu ada karena mata uang utama Asia lainnya melemah. 

Benar saja. Pada pukul 08:16 WIB rupiah sudah melemah 0,05% karena dolar AS dibanderol Rp 15.230. 

Rupiah kini sejajar dengan mata uang utama Asia yang melemah di hadapan dolar AS. Pelemahan terdalam dialami oleh rupee India, disusul yen Jepang dan baht Thailand.  
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Well, memang sulit membendung keperkasaan dolar AS yang menguat secara global. Pada pukul 08:18 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,02%. 

Kekuatan dolar AS hari ini datang dari rilis data ekonomi terbaru yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Oktober, The Conference Board menyebut IKK berada di 137,9. Ini merupakan angka tertinggi sejak September 2000 atau dalam 18 tahun. 

"Konsumen tidak melihat ekonomi kehilangan kekuatannya. Bahkan konsumen meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang kencang masih akan terus terjadi hingga awal 2019," tegas Lynn Franco, Direktur di The Conference Board, dikutip dari Reuters. 

Jika konsumen Negeri Paman Sam masih pede, maka mereka akan terus berbelanja. Artinya tekanan inflasi dari sisi permintaan tetap akan tinggi, yang membuat The Federal Reserve/The Fed makin punya alasan untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. 

Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega kembali menaikkan Federal Funds Rate pada Desember. Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 66,9%.  

Meski bertujuan untuk mengendalikan permintaan, kenaikan suku bunga acuan punya efek samping ikut mengerek imbalan investasi utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Oleh karena itu, dolar AS akan kembali mendapat energi penguatan setiap kali ada kabar kenaikan suku bunga acuan. Ini tentu bukan kabar baik bagi rupiah dan kawan-kawan di Asia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Beban bagi rupiah cs di Asia bertambah karena data ekonomi China yang kurang ciamik. Purchasing Managers Index (PMI) China periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.

Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka.

Kini China agak kesulitan melakukan penetrasi ke pasar Negeri Adidaya karena Presiden Donald Trump terus memberlakukan bea masuk bagi ribuan produk made in China. Total produk China yang sudah dikenakan bea masuk mencapai US$ 250 miliar atau lebih dari separuh dari nilai ekspor ke AS tahun lalu.

Ketika pembeli utama mereka mulai menutup diri, China sebagai pemilik toko tentu kesulitan. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal III-2018 adalah 6,5% paling lambat sejak kuartal III-2009.

China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jadi ketika China melambat, dia akan menyeret negara-negara Asia lainnya ke bawah.

Dibayangi prospek perekonomian yang suram, investor pun kurang tertarik untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Hasilnya adalah mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, tidak terkecuali rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular