
Investasi Asing Jeblok, Rupiah Terburuk Ketiga di Asia
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
30 October 2018 17:33

Sejak pagi tadi, dolar AS terus tancap gas. Pergerakan dollar index ( menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata utama) per pukul 16:36 WIB menguat 0,20% di level 96,77 atau tertinggi sejak awal tahun 2018.
Faktor perang dagang nampaknya sangat mendominasi penguatan ini. Tersiar kabar bahwa AS siap menerapkan bea masuk baru kepada produk-produk China apabila pertemuan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping tidak membuahkan hasil positif. Keduanya dikabarkan akan melakukan pembicaraan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina), bulan depan.
Mengutip Reuters, sumber di lingkaran Gedung Putih mengungkapkan Washington sudah menyiapkan bea masuk baru sebagai skenario terburuk. Kemungkinan bea masuk itu adalah untuk importasi produk-produk made in China bernilai US$ 257 miliar seperti yang sering dikemukakan Trump.
Hubungan antara AS dan China yang memanas sebenarnya merugikan kedua pihak. Dari sisi AS, realisasi pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Data terbaru per kuartal III-2018, pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5% secara kuartalan. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode kuartal II-2018 sebesar 4,2%.
Salah satu biang keladi perlambatan ini adalah anjloknya ekspor AS, terutama kedelai. AS adalah eksportir kedelai terbesar kedua dunia dengan volume 59,16 juta metrik ton pada 2017 dan China adalah pasar terbesarnya dengan volume 35,85 juta metrik ton (63,83%).
Pada Juli lalu, China resmi mengenakan bea masuk 25% untuk impor kedelai asal AS. Akibatnya ekspor kedelai AS berkurang drastis dan itu menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.
"Perang dagang lebih lanjut tentu akan menghasilkan dampak yang lebih buruk dari apa yang terjadi sekarang," keluh Mark Luschini, Chief Investment Strategist di Janney Montgomery Scott yang berbasis di Philadelphia, dikutip dari Reuters.
China pun ikut terkena dampak. Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan laba industrial naik 4,1% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada September 2018 menjadi CNY 545,5 miliar. Laju pertumbuhan tersebut tidak sampai separuh dari pencapaian bulan sebelumnya dan menjadi yang paling lambat sejak Maret.
Namun, dampak buruk yang menimpa kedua negara nampaknya belum mendinginkan suasana keduannya. Justru yang terjadi, adanya potensi konflik baru. Kondisi ini menyebabkan pasar was-was, sehingga memburu instrumen minim resiko diantaranya dolar AS. Permintaan yang meningkat tentu mendorong penguatan dari mata uang tersebut.
Pages
Most Popular