
Ini Komentar S&P soal LPKR Kurangi Kepemilikan Meikarta
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
27 October 2018 17:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Pemeringkat Standars & Poor's (S&P) Global mengatakan keputusan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang tidak mengonsolidasikan (dekonsolidasikan) proyek Meikarta akan memperlemah posisi perseroan di bisnis properti secara jangka panjang.
Seperti diketahui, LPKR melepas kepemilikan sahamnya menjadi 47% di PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang proyek Meikarta.
Dalam laporan kinerja keuangan semester I-2018 yang telat disampaikan perseroan, LPKR meraih dana dengan nilai wajar Rp 2,35 triliun.
S&P menilai Meikarta adalah proyek properti terbesar dalam portofolio dan sedang dijalankan oleh grup Lippo saat ini. Namun, peringkat Lippo yakni B- secara jangka panjang yang diberikan S&P dengan prospek (outlook) negatif tidak terpengaruh disebabkan likuditas perseroan yang tidak berubah.
Hal ini tercermin dari laporan keuangan yang dikeluarkan masih sesuai ekspektasi dan arus kas sejalan dengan yang diharapkan.
S&P Menambahkan, dekonsolidasi ini juga akan berdampak pada leverage LPKR mengingat proyek ini tidak dibebankan oleh utang.
Sehingga, S&P memperkirakan bahwa pengembang Meikarta yakni MSU dapat terus meningkatkan performanya secara mandiri kedepannya. Namun, untuk saat ini MSU masih cukup sulit mendapatkan pendanaan paska kasus suap yang menimpa proyeknya.
Pada saat yang sama, S&P mengharapkan LPKR untuk terus mendukung proyek Meikarta sepenuhnya, mengingat potensi gagal proyek yang diperkirakan banyak orang dapat mempengaruhui reputasi bagi LPKR sendiri.
Peringkat yang diberikan S&P saat ini mencerminkan likuditas yang menipis di tingkat perseroan. Arus kas LPKR untuk 12 bulan ke depan hingga Juni 2019 termasuk biaya bunga yakni Rp 1 triliun dan biaya konstruksi serta biaya sewa diperkirakan senilai Rp 1,1 triliun.
S&P menilai bahwa LPKR juga perlu mempertahankan uang tunainya Rp 800 miliar sebagai pegangan untuk perjanjian pinjaman yang diperolehnya.
Selain itu, S&P menyebut bahwa penjualan saham perseroan pada rumah sakit di Singapura lewat First REIT yang rampung pada November 2018 kedepan dinilai mampu menopang likuiditas di holding perusahaan dengan dana senilai Rp 2,2 triliun atau 202 juta dolar Singapura.
Namun S&P melihat LPKR kan tetatp terekspos dengan resiko pembiayaan kembali yang mengharuskan perseroan untuk melakukan penjualan aset untuk menutupi kesenjangan pendanaannya.
Sebagai tambahan informasi, LPKR memiliki pinjaman sindikasi senilai US$ 50 juta atau Rp 725 miliar yang akan jatuh tempo pada April 2019 mendatang dan tambahan obligasi yang akan jatuh tempo pada Juni 2020 mendatang senilai US$ 75 juta atau Rp 1,08 triliun.
Ini belum termasuk pinjaman di dalam negeri senilai Rp 660 miliar yang akan jatuh tempo di Juni 2019.
(hps/hps) Next Article Likuiditas Melemah, Saham Lippo Karawaci Anjlok 4,44%
Seperti diketahui, LPKR melepas kepemilikan sahamnya menjadi 47% di PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang proyek Meikarta.
Dalam laporan kinerja keuangan semester I-2018 yang telat disampaikan perseroan, LPKR meraih dana dengan nilai wajar Rp 2,35 triliun.
S&P menilai Meikarta adalah proyek properti terbesar dalam portofolio dan sedang dijalankan oleh grup Lippo saat ini. Namun, peringkat Lippo yakni B- secara jangka panjang yang diberikan S&P dengan prospek (outlook) negatif tidak terpengaruh disebabkan likuditas perseroan yang tidak berubah.
S&P Menambahkan, dekonsolidasi ini juga akan berdampak pada leverage LPKR mengingat proyek ini tidak dibebankan oleh utang.
Sehingga, S&P memperkirakan bahwa pengembang Meikarta yakni MSU dapat terus meningkatkan performanya secara mandiri kedepannya. Namun, untuk saat ini MSU masih cukup sulit mendapatkan pendanaan paska kasus suap yang menimpa proyeknya.
Pada saat yang sama, S&P mengharapkan LPKR untuk terus mendukung proyek Meikarta sepenuhnya, mengingat potensi gagal proyek yang diperkirakan banyak orang dapat mempengaruhui reputasi bagi LPKR sendiri.
Peringkat yang diberikan S&P saat ini mencerminkan likuditas yang menipis di tingkat perseroan. Arus kas LPKR untuk 12 bulan ke depan hingga Juni 2019 termasuk biaya bunga yakni Rp 1 triliun dan biaya konstruksi serta biaya sewa diperkirakan senilai Rp 1,1 triliun.
S&P menilai bahwa LPKR juga perlu mempertahankan uang tunainya Rp 800 miliar sebagai pegangan untuk perjanjian pinjaman yang diperolehnya.
Selain itu, S&P menyebut bahwa penjualan saham perseroan pada rumah sakit di Singapura lewat First REIT yang rampung pada November 2018 kedepan dinilai mampu menopang likuiditas di holding perusahaan dengan dana senilai Rp 2,2 triliun atau 202 juta dolar Singapura.
Namun S&P melihat LPKR kan tetatp terekspos dengan resiko pembiayaan kembali yang mengharuskan perseroan untuk melakukan penjualan aset untuk menutupi kesenjangan pendanaannya.
Sebagai tambahan informasi, LPKR memiliki pinjaman sindikasi senilai US$ 50 juta atau Rp 725 miliar yang akan jatuh tempo pada April 2019 mendatang dan tambahan obligasi yang akan jatuh tempo pada Juni 2020 mendatang senilai US$ 75 juta atau Rp 1,08 triliun.
Ini belum termasuk pinjaman di dalam negeri senilai Rp 660 miliar yang akan jatuh tempo di Juni 2019.
(hps/hps) Next Article Likuiditas Melemah, Saham Lippo Karawaci Anjlok 4,44%
Most Popular