Menguat Tipis di Kurs Acuan, Rupiah Loyo di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 October 2018 10:43
Menguat Tipis di Kurs Acuan, Rupiah Loyo di Pasar Spot
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan menguat pada perdagangan hari ini. Nasib berkebalikan dialami rupiah di perdagangan pasar spot. 

Pada Jumat (26/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.207. Meski dolar AS masih di kisaran Rp  15.200, tetapi rupiah menguat tipis 0,02% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Sejak awal tahun rupiah masih melemah 12,29% di kurs acuan ini. Sementara dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya, rupiah melemah 12,14%. 

 

Rupiah kurang beruntung di pasar spot. Pada pukul 10:07 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 15.200 di mana rupiah melemah 0,1%. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah masih bisa impas alias sama seperti penutupan perdagangan kemarin. Namun seiring perjalanan pasar, rupiah berbalik melemah dan dolar AS kembali ke kisaran Rp 15.200. 


Namun tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun tunduk di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang mampu menguat, sisanya tidak bisa selamat. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:09 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Melihat yen Jepang yang menguat sendirian sepertinya pelaku pasar memang sedang memilih bermain aman. Aset-aset safe haven menjadi buruan, pertanda investor sedang emoh mengambil risiko. 

Tidak hanya yen, dolar AS pun menjadi salah satu safe haven yang menjadi favorit. Ini membuat greenback menjadi digdaya di Asia. 

Berbagai risiko memang tengah menggelayuti dunia. Di Eropa, Gubernur Bank Sentral Uni Eropa (ECB) Mario Draghi menyatakan ada berbagai risiko yang menghantui perekonomian Benua Biru yaitu ketidakpastian proses Brexit, fiskal Italia yang agresif, dan perang dagang dalam skala global. 

"Memang ada sejumlah ketidakpastian. Ada momentum (pertumbuhan ekonomi) yang melemah, tapi tidak ada perlambatan (downturn)," tegas Draghi, mengutip Reuters. 

Menurut Draghi, ketiga risiko tersebut masih bisa diatasi. Namun kerentanan masih akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan sehingga kewaspadaan tidak boleh mengendur. 

Selain itu, ada risiko besar ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara AS-Arab Saudi terkait kematian Jamal Khasshogi, kolumnis Washington Post, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki). Mengutip Reuters, Kejaksaan Agung Arab Saudi mengatakan terbunuhnya Khasshogi adalah hal yang terencana, bukan terjadi secara spontan karena perkelahian seperti yang disebutkan pemerintah Negeri Padang Pasir. 

"Informasi dari pihak Turki memastikan bahwa para tersangka dalam kasus ini sudah merencanakan kejahatannya," ungkap pejabat Kejaksaan Agung Arab Saudi dalam pernyataan di televisi nasional, dikutip dari Reuters. 

Tidak hanya itu, Direktur Badan Intelijen AS (CIA) Gina Haspel dikabarkan sudah mendengar rekaman audio jelang kematian Khasshogi. Sebelumnya, kepolisian Turki memang mengklaim memiliki bukti tersebut dan kini sudah sampai ke telinga Langley. 

Kabar ini tentu berpotensi memanaskan hubungan Washington-Riyadh. Apalagi Presiden AS Donald Trump sering menyatakan akan ada konsekuensi jika penguasa Arab Saudi terlibat dalam pembunuhan Khasshogi. 

Risiko-risiko ini membuat pelaku pasar kehilangan risk appetite, yang ada malah risk aversion. Akibatnya, aset-aset berisiko di negara berkembang terkena tekanan jual, termasuk di Indonesia. Rupiah pun tidak bisa menghindar dari koreksi.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular