Mata Uang Asia Mulai Perkasa, Rupiah Masih Ketinggalan Kereta

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 October 2018 11:36
Mata Uang Asia Mulai Perkasa, Rupiah Masih Ketinggalan Kereta
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar AS yang sejak kemarin hingga pagi tadi perkasa kini mulai lesu. Akibatnya, mata uang Asia kini berani melawan dan mampu menguat di hadapan greenback. Namun rupiah masih tertinggal di belakang. 

Pada Kamis (25/10/2018) pukul 11:04 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,17%.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan laju dolar AS terhenti.
 Pertama adalah ambil untung karena dolar AS memang sudah menguat terlalu lama.

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index masih menguat 0,39%. Sementara selama sebulan ke belakang penguatannya mencapai 2,27% dan sejak awal tahun sudah naik 4,5%. Sangat impresif.
 

 

Oleh karena itu wajar bila investor merealisasikan keuntungan. Koreksi yang terjadi masih relatif sehat sebab penguatan yang terlalu cepat juga tidak menguntungkan bagi dolar AS. 

Faktor kedua adalah penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Berikut perkembangan yield obligasi AS yang menunjukkan penurunan di hampir semua tenor: 



Penurunan yield adalah sinyal bearish bagi dolar AS. Pasalnya, yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon di lelang selanjutnya, yang terdekat adalah 25 Oktober waktu setempat yaitu untuk tenor 7 tahun dengan target indikatif US$ 31 miliar. 

Saat yield turun, artinya ada kemungkinan kupon yang ditawarkan dalam lelang ini menjadi kurang tinggi. Akibatnya minat investor akan turun sehingga lelang kurang atraktif. Ini membuat permintaan terhadap dolar AS pun berkurang. 

Sementara faktor ketiga adalah data-data ekonomi AS yang kurang yahud. Penjualan rumah baru yang tercatat 553.000 unit pada September. Jumlah ini turun 5,5% secara year-on-year (YoY) sekaligus menjadi yang terendah sejak Desember 2016. 

Kebijakan The Federal Reserve/The Fed yang terus menaikkan suku bunga acuan sepertinya mulai memakan korban. Sejak awal tahun, Jerome Powell dan kolega sudah tiga kali menaikkan suku bunga acuan. Bahkan kemungkinan besar akan dilakukan lagi pada Desember. 

Seiring kenaikan suku bunga acuan, suku bunga kredit pun ikut terdongkrak termasuk kredit perumahan. Data perusahaan pembiayaan perumahan Freddie Mac menyebutkan, suku bunga kredit perumahan untuk tenor 30 tahun kini rata-rata adalah 4,85%. Naik 80 basis poin (bps) dibandingkan tahun lalu. 

Kemudian ada laporan Beige Book yang disusun The Fed. Laporan tersebut menyatakan dunia usaha mulai menaikkan harga akibat perang dagang dengan China. Tingginya bea masuk untuk importasi bahan baku dan barang modal asal China membuat dunia usaha semakin tidak bisa menahan untuk tidak menaikkan harga. 

"Pabrik-pabrik melaporkan kenaikan harga barang jadi sudah tidak terhindarkan. Kenaikan ini disebabkan biaya yang lebih tinggi untuk impor bahan baku seperti baja yang terkait dengan kebijakan bea masuk," sebut laporan The Fed. 

Berbagai perkembangan ini membuat dolar AS mundur teratur. Investor mulai melepas mata uang ini sehingga nilainya melemah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di hadapan enam mata uang utama, dolar AS juga melemah di Asia. Beberapa mata uang Asia yang pagi tadi sempat melemah kini mulai melawan balik. Penguatan tertajam dialami oleh yen Jepang, disusul oleh baht Thailand dan won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 11:16 WIB: 

 

Namun sayang sekali rupiah tidak bisa mengikuti. Pada pukul 11:18 WIB, rupiah malah melemah 0,03% sehingga US$ 1 dihargai Rp 15.200. 

Faktor domestik sepertinya membebani rupiah. Jelang akhir bulan, kebutuhan valas korporasi meningkat sehingga rupiah mengalami tekanan jual. 

Selain itu, investor juga mencemaskan prospek rupiah ke depan karena proyeksi defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang membengkak. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 berada di kisaran 3-3,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ada kemungkinan membengkak dari kuartal sebelumnya yang sebesar 3,04% PDB.


Artinya rupiah semakin tidak punya modal untuk menguat. Pasokan valas dari modal portofolio alias hot money masih cenderung terpusat ke AS, sementara dari ekspor-impor barang dan jasa pun minim mengarah kurang. Masa depan rupiah pun suram. 

Bagi investor, terutama asing, ini sangat mengkhawatirkan. Jika rupiah terus melemah, maka hasil investasi mereka akan berkurang kala dikonversikan lagi ke valas. Investor mana yang mau hasil investasinya berkurang? 

Oleh karena itu, aset-aset berbasis rupiah masih dihindari. Akibatnya rupiah tidak mampu mengikuti jejak mata uang Asia yang hari ini mampu menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular