
Dihajar Luar Dalam, Akhirnya Rupiah Bertekuk Lutut
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 October 2018 17:20

Keperkasaan dolar AS hari ini ditunjukkan oleh penguatan Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, sebesar 0,35% ke level 96,298, hingga pukul 16.00 WIB hari ini.
Sentimen negatif yang datang dari potensi ribut-ribut antara AS dengan sekutunya Arab Saudi terkait dengan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi membuat dolar AS yang merupakan safe haven masih dicintai investor.
Kemarin (23/10/2018), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan keras mengenai masalah ini. Erdogan menyebut bahwa intel dan lembaga penegak hukum memiliki bukti bahwa pembunuhan Khashoggi merupakan sesuatu yang terencana.
"Badan intelijen dan lembaga penegak hukum memiliki bukti yang menunjukkan bahwa pembunuhan (Khashoggi) adalah terencana.... Menuduhkan kasus tersebut ke beberapa aparat penegak hukum dan anggota badan intelijen tidak akan memuaskan kami maupun komunitas internasional," papar Erdogan di hadapan parlemen Turki.
"Mulai dari pihak yang memberikan perintah, hingga pihak yang mengeksekusinya, mereka harus dibuat bertanggung jawab." Kata Erdogan lebih lanjut.
Presiden AS Donald Trump pun sepertinya semakin menunjukkan kekecewaan dan kemarahan kepada Arab Saudi. Setelah pidato Erdogan, Trump menyatakan bahwa Arab Saudi mencoba menutupi kasus Khasshogi dengan buruk.
"Konsep awalnya sangat jelek, pelaksanaannya buruk, dan cara menutupinya juga salah satu yang paling payah sepanjang sejarah," tegas Trump kepada para jurnalis di Oval Office, dikutip dari Reuters.
Masih panasnya tensi geopolitik AS-Saudi berpotensi menekan pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab dalam situasi penuh ketidakpastian, investor akan lebih nyaman memegang aset safe haven seperti dolar AS atau emas.
Tidak hanya dari Timur Tengah, Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk menolak rancangan anggaran negara Italia tahun fiskal 2019. Brussel menilai defisit anggaran yang mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) terlalu besar.
Penolakan ini membuat pemerintah Italia harus menyusun perubahan anggaran dalam tiga pekan. Roma harus membuat anggaran dengan defisit struktural (mengesampingkan faktor-faktor musiman) maksimal 0,6% PDB.
Namun Italia sepertinya malah menjadi semakin keras. Teranyar, dalam sebuah wawancara radio RTL 102,5, Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini berkeras menggunakan anggaran ekspansif, yang meningkatkan defisit tahun depan menjadi 2,4% dari PDB (dari target semula 1,8%) , adalah satu-satunya cara untuk menurunkan utang publik.
"Warga Italia harus didahulukan ... Italia tidak lagi ingin menjadi pelayan untuk aturan konyol," kata Salvini, yang memimpin partai Liga sayap kanan yang memerintah bersama partai anti-kemapanan Gerakan Bintang Lima.
Pemerintah Italia memang memiliki utang yang sangat besar, mencapai 131,2% PDB pada 2017, tetapi cara untuk mengatasi masalah itu bukan dengan berhemat melainkan meningkatkan PDB. Caranya adalah memberikan bantuan kepada rakyat akan bisa meningkatkan konsumsi yang membuat dunia usaha bergeliat, ekonomi berputar, dan pada akhirnya PDB akan tumbuh lebih cepat sehingga rasionya terhadap utang pun mengecil.
Perkembangan ini lagi-lagi menciptakan ketidakpastian di pasar. Sebab, investor tentu tidak mau Italia kembali terjebak dalam krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Apa yang dilakukan pemerintah Italia saat ini membuat memori investor kembali ke masa-masa gelap itu.
Ketidakpastian itu akhirnya lebih mendorong pelaku pasar untuk beralih ke dolar AS. Harga greenback pun semakin mahal.
(NEXT) (RHG/dru)
Sentimen negatif yang datang dari potensi ribut-ribut antara AS dengan sekutunya Arab Saudi terkait dengan tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi membuat dolar AS yang merupakan safe haven masih dicintai investor.
Kemarin (23/10/2018), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan keras mengenai masalah ini. Erdogan menyebut bahwa intel dan lembaga penegak hukum memiliki bukti bahwa pembunuhan Khashoggi merupakan sesuatu yang terencana.
"Mulai dari pihak yang memberikan perintah, hingga pihak yang mengeksekusinya, mereka harus dibuat bertanggung jawab." Kata Erdogan lebih lanjut.
Presiden AS Donald Trump pun sepertinya semakin menunjukkan kekecewaan dan kemarahan kepada Arab Saudi. Setelah pidato Erdogan, Trump menyatakan bahwa Arab Saudi mencoba menutupi kasus Khasshogi dengan buruk.
"Konsep awalnya sangat jelek, pelaksanaannya buruk, dan cara menutupinya juga salah satu yang paling payah sepanjang sejarah," tegas Trump kepada para jurnalis di Oval Office, dikutip dari Reuters.
Masih panasnya tensi geopolitik AS-Saudi berpotensi menekan pasar keuangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab dalam situasi penuh ketidakpastian, investor akan lebih nyaman memegang aset safe haven seperti dolar AS atau emas.
Tidak hanya dari Timur Tengah, Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk menolak rancangan anggaran negara Italia tahun fiskal 2019. Brussel menilai defisit anggaran yang mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) terlalu besar.
Penolakan ini membuat pemerintah Italia harus menyusun perubahan anggaran dalam tiga pekan. Roma harus membuat anggaran dengan defisit struktural (mengesampingkan faktor-faktor musiman) maksimal 0,6% PDB.
Namun Italia sepertinya malah menjadi semakin keras. Teranyar, dalam sebuah wawancara radio RTL 102,5, Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini berkeras menggunakan anggaran ekspansif, yang meningkatkan defisit tahun depan menjadi 2,4% dari PDB (dari target semula 1,8%) , adalah satu-satunya cara untuk menurunkan utang publik.
"Warga Italia harus didahulukan ... Italia tidak lagi ingin menjadi pelayan untuk aturan konyol," kata Salvini, yang memimpin partai Liga sayap kanan yang memerintah bersama partai anti-kemapanan Gerakan Bintang Lima.
Pemerintah Italia memang memiliki utang yang sangat besar, mencapai 131,2% PDB pada 2017, tetapi cara untuk mengatasi masalah itu bukan dengan berhemat melainkan meningkatkan PDB. Caranya adalah memberikan bantuan kepada rakyat akan bisa meningkatkan konsumsi yang membuat dunia usaha bergeliat, ekonomi berputar, dan pada akhirnya PDB akan tumbuh lebih cepat sehingga rasionya terhadap utang pun mengecil.
Perkembangan ini lagi-lagi menciptakan ketidakpastian di pasar. Sebab, investor tentu tidak mau Italia kembali terjebak dalam krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Apa yang dilakukan pemerintah Italia saat ini membuat memori investor kembali ke masa-masa gelap itu.
Ketidakpastian itu akhirnya lebih mendorong pelaku pasar untuk beralih ke dolar AS. Harga greenback pun semakin mahal.
(NEXT) (RHG/dru)
Next Page
Suramnya CAD Bikin Rupiah Makin Loyo
Pages
Most Popular