
Bunga BI Harus Naik untuk Tekan Defisit Transaksi Berjalan
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 October 2018 13:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih menahan bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini, sejalan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
Meski demikian, tak sedikit yang memandang bahwa bank sentral perlu kembali mengerek bunga acuan setidaknya sebesar 50 basis poin (bps) di sisa tahun ini. Bukan hanya untuk menjaga stabilitas rupiah melainkan juga untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD).
"Masih ada ruang 50 bps sampai akhir tahun. Kalau bulan ini tidak naikkan, kemungkinan di November dan Desember," kata Kepala Ekonom BCA David Sumual saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
Menurut David, pasar keuangan domestik saat ini masih belum cukup untuk menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Kenaikan bunga acuan, pun bisa menjadi solusi untuk menarik minat para pelaku pasar.
"Apalagi ada kenaikan FFR [Fed Fund Rate/Bunga Acuan AS] akhir tahun, dan ada perkiraan Yuan masih akan melemah yang membuat gejala tersendiri di emerging market. Pilihannya, cadangan devisa akan turun," jelasnya.
David memandang, kenaikan bunga acuan juga akan membuat defisit transaksi berjalan lebih terkendali. Jika memang benar ingin mengendalikan Current Account Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan) di kisaran 2% tahun depan, maka kenaikan bunga acuan memang harus dilakukan.
"Perkiraan CAD defisit di kuartal III-2018 ini cukup besar di atas 3% dari PDB. Kalau ingin CAD turun ke arah 2%, mau tidak mau bunga harus lebih tinggi. Tujuannya bukan hanya CAD tapi untuk kebijakan jangka menengah," tegasnya.
(dru) Next Article Di Tengah Pandemi, BI Proyeksi CAD 2020 Dibawah 2% PDB
Meski demikian, tak sedikit yang memandang bahwa bank sentral perlu kembali mengerek bunga acuan setidaknya sebesar 50 basis poin (bps) di sisa tahun ini. Bukan hanya untuk menjaga stabilitas rupiah melainkan juga untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD).
"Masih ada ruang 50 bps sampai akhir tahun. Kalau bulan ini tidak naikkan, kemungkinan di November dan Desember," kata Kepala Ekonom BCA David Sumual saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Senin (22/10/2018).
Menurut David, pasar keuangan domestik saat ini masih belum cukup untuk menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Kenaikan bunga acuan, pun bisa menjadi solusi untuk menarik minat para pelaku pasar.
"Apalagi ada kenaikan FFR [Fed Fund Rate/Bunga Acuan AS] akhir tahun, dan ada perkiraan Yuan masih akan melemah yang membuat gejala tersendiri di emerging market. Pilihannya, cadangan devisa akan turun," jelasnya.
David memandang, kenaikan bunga acuan juga akan membuat defisit transaksi berjalan lebih terkendali. Jika memang benar ingin mengendalikan Current Account Deficit (CAD/Defisit Transaksi Berjalan) di kisaran 2% tahun depan, maka kenaikan bunga acuan memang harus dilakukan.
"Perkiraan CAD defisit di kuartal III-2018 ini cukup besar di atas 3% dari PDB. Kalau ingin CAD turun ke arah 2%, mau tidak mau bunga harus lebih tinggi. Tujuannya bukan hanya CAD tapi untuk kebijakan jangka menengah," tegasnya.
(dru) Next Article Di Tengah Pandemi, BI Proyeksi CAD 2020 Dibawah 2% PDB
Most Popular