Asumsi Kurs Rp15.000/US$: Grusa-grusu atau Keseimbangan Baru?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 October 2018 21:01
Dolar AS Punya Modal untuk Perkasa
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Darren Whiteside)
Penguatan greenback, seperti tahun ini, akan didorong oleh kenaikan suku bunga acuan. Saat ini The Fed Funds Rate berada di 2-2,25% atau median 2,125%. Pada akhir 2018, median suku bunga ditargetkan berada di 2,4% atau butuh sekali lagi kenaikan, yang diperkirakan terjadi pada Desember. 

Kemudian pada akhir 2019, Jerome Powell (Gubernur Federal Reserve) dan kolega menargetkan median suku bunga acuan di 3,1%. Artinya butuh kenaikan 70 basis poin (bps). Jika sekali kenaikan adalah 25 bps, maka The Fed Funds Rate akan naik setidaknya tiga kali tahun depan. 

Kenaikan suku bunga acuan bertujuan mengendalikan laju inflasi AS agar tidak bergerak liar. Tahun depan, The Fed menargetkan inflasi (yang diukur dengan Personal Consumption Expenditure inti) di kisaran 2,1%. Hanya naik tipis dibandingkan 2018 yang diperkirakan 2%. 

Padahal, ada potensi kenaikan permintaan karena angka pengangguran AS yang semakin rendah. Pada akhir 2019, The Fed memperkirakan angka pengangguran berada di 3,5%, turun dibandingkan akhir tahun ini yang diperkirakan 3,6%. 

Saat angka pengangguran turun, maka konsumsi akan meningkat karena pendapatan masyarakat lebih baik. Jika tidak dikontrol, maka inflasi akan melaju dengan liar tanpa bisa diimbangi oleh pasokan yang menciptakan kondisi overheating

Cara paling ampuh mengendalikan atau mengerem permintaan adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. Ekspansi ekonomi akan terhambat karena kenaikan biaya bunga. Permintaan akan berkurang dan inflasi bisa terjaga tetap stabil. 

Meski tujuan utamanya adalah mengendalikan permintaan, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu ikut menaikkan imbalan investasi di Negeri Paman Sam, utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Memegang dolar AS saja sudah untung, karena kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang ini tidak turun. 

AS pun sepertinya belum punya lawan sampai setidaknya pertengahan tahun depan. Di Eropa, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) kemungkinan baru menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas atau tengah tahun. Sedangkan Bank Sentral Jepang (BoJ) sepertinya masih akan menempuh jalan panjang menuju normalisasi kebijakan moneter, karena permintaan domestik yang masih cenderung stagnan. 

The Fed yang seng ada lawan membuat dolar AS berpotensi melaju sendirian. Seperti tahun ini, bukan tidak mungkin dolar AS masih menduduki takhta raja mata uang dunia. (aji/wed)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular