Banjir Sentimen Positif, Dolar AS Terus Perkasa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 October 2018 14:14
Banjir Sentimen Positif, Dolar AS Terus Perkasa
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Sepertinya aliran modal ke AS semakin nyata dan membuat mata uang Asia tertekan, tidak terkecuali rupiah. 

Pada Senin (15/10/2018) pukul 13:33 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 15.220 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Permintaan terhadap dolar AS memang sedang tinggi, terlihat dari pelemahan yang dialami hampir seluruh mata uang utama Asia. Hanya yen Jepang, baht Thailand, dan dolar Taiwan yang mampu menguat sementara mata uang lainnya masih terdepresiasi. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 13:35 WIB: 

 

Terdapat sejumlah faktor yang memperkuat dolar AS. Pertama, kemungkinan investor melihat dampak perang dagang AS vs China semakin jelas dan potensi perlambatan ekonomi dunia kian terpampang. 

Setidaknya hal itu sudah diakui oleh Yi Gang, Gubernur Bank Sentral China (PBoC). Berbicara dalam seminar di sela-sela Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia, Yi menyebutkan bahwa perang dagang sangat merugikan bagi Negeri Tirai Bambu. 

"Saya rasa peningkatan tensi perdagangan sangat signifikan mempengaruhi risiko perlambatan (downside risk). Ketidakpastian besar berada di depan kita," kata Yi, mengutip Reuters.  

China adalah mitra dagang utama berbagai negara, termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non-migas Indonesia ke China pada Januari-September 2018 adalah US$ 18,52 miliar atau menyumbang 15,14%. China menduduki peringkat pertama negara tujuan ekspor Indonesia. 

Jika ekonomi Negeri Panda melambat, maka permintaan mereka akan turun. Akibatnya ekspor sejumlah negara akan ikut nyungsep. Oleh karena itu, pasokan devisa dari ekspor pun terancam sehingga mata uang akan sulit menguat, tidak terkecuali rupiah. 

Melihat risiko besar ini, investor dipaksa bermain aman. Tujuan mereka adalah aset-aset safe haven seperti emas, yen Jepang, atau dolar AS. Jadi tidak hanya dolar AS dan yen yang menguat, harga emas di pasar internasional juga menguat 0,52% pada pukul 13:48 WIB. 

Kedua adalah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Kenaikan yield merupakan sinyal bullish bagi dolar AS. Ketika yield naik, maka ada harapan kupon yang ditawarkan dalam lelang pasar perdana (yaitu 15 Oktober waktu setempat) akan naik. 

Tergoda dengan potensi kenaikan kupon, pelaku pasar menyiapkan peluru untuk membeli obligasi di lelang obligasi tengah malam ini waktu Indonesia. Untuk itu, investor perlu mengoleksi dolar AS untuk membeli obligasi. Permintaan terhadap dolar AS yang meningkat membuat mata uang ini semakin mahal atau menguat. 

Kenaikan yield obligasi AS kian terlihat jelang lelang. Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 15:56 WIB: 

 

Ketiga adalah musim laporan keuangan (earnings season) di Wall Street. Akhir pekan lalu, sejumlah bank besar sudah melaporkan kinerja mereka dan di atas ekspektasi pasar. 

Pada kuartal III-2018, laba per saham (Earnings Per Share/EPS) tercatat US$ 2,34, di atas proyeksi yaitu US$ 2,25. Kemudian EPS Citigroup adalah US$ 1,73, di atas ekspektasi yang sebesar US$ 1,69. 

Malam ini waktu Indonesia akan dirilis laporan keuangan Goldman Sachs dan Johnson & Johnson. Apabila hasilnya di atas ekspektasi, maka investor akan memberi apresiasi dengan memborong saham-saham ini. Lagi-lagi arus modal mengarah ke Negeri Adidaya, karena investor mengincar saham emiten dengan kinerja ciamik. 

Berbagai hal tersebut akhirnya membuat rupiah dan berbagai mata uang Asia melemah. Meski ada sentimen positif berupa neraca perdagangan Indonesia yang surplus US$ 230 juta pada September, tetapi tertutup dengan membanjirnya kabar positif yang membuat greenback semakin perkasa.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular