Neraca Dagang RI Surplus, Tapi Investor Lebih Sayang Dolar AS

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 October 2018 12:22
Neraca Dagang RI Surplus, Tapi Investor Lebih Sayang Dolar AS
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat berhasil berbalik menguat akibat rilis data perdagangan yang positif. Namun, penguatan ini tidak bertahan lama karena investor ternyata masih lebih sayang kepada greenback. 

Pada Senin (15/10/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 15.220 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Padahal rupiah sempat menguat 0,06% pada pukul 11:30 WIB. Ini tidak lepas dari pengumuman rilis data perdagangan internasional.  

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor periode September 2018 sebesar US$ 14,83 miliar atau tumbuh 1,7% year-on-year (YoY). Meski kinerja ekspor kurang meyakinkan, tetapi impor pun tertekan.

Pada September, nilai impor adalah US$ 14,6% atau tumbuh 14,18% YoY.
 Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus US$ 230 juta. Ini merupakan surplus perdagangan pertama sejak Juni 2018. 

Pencapaian ini sekaligus mengungguli ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor pada September sebesar 7,44%  YoY, impor tumbuh 25,85% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 600 juta. 

Surplus ini memberi harapan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 lebih baik. Setidaknya ada angin segar karena neraca perdagangan Juli dan Agustus defisit masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 900 juta. 

Investor sempat menghembuskan nafas lega, karena devisa dari perdagangan membaik pada September. Rupiah bisa punya pijakan untuk menguat, bisa meringankan derita akibat devisa dari sektor keuangan (portofolio) yang masih seret karena arus modal terkonsentrasi ke AS. 

Pelaku pasar pun memberikan apresiasi. Aset-aset berbasis rupiah mengalami aksi borong sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,23% pada pukul 11:46 WIB setelah sempat terjebak di zona merah. Investor asing pun membukukan beli bersih Rp 140,99 miliar. Ini turut membantu penguatan rupiah. 

Akan tetapi, obat kuat dari data perdagangan ini tidak bertahan lama. Dalam hitungan menit, rupiah kembali melemah. 

Tarikan dari sisi eksternal sepertinya lebih kuat. Dolar AS memang sedang menguat terhadap mayoritas mata uang utama Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Benua Kuning pad pukul 11:56 WIB: 



Pada pukul 11:58 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) masih menguat 0,1%. Dolar AS memang sedang perkasa, apa boleh buat. 

Dolar AS mendapat kekuatan karena mandeknya perundingan perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Brussel tetap keukeuh ingin mempertahankan Republik Irlandia dan Irlandia Utara sebagai wilayah kepabeanan Uni Eropa. Sementara London tidak ingin ada perbedaan perlakuan kepabeanan di dua wilayah tersebut. 

Jika tidak ada kesepakatan, maka risiko untuk terjadinya No Deal Brexit semakin besar. Inggris tidak akan mendapat apa-apa dari perceraian ini, bahkan terbeban karena tidak lagi bisa bebas berdagang dengan kompatriotnya di Eropa Daratan.  

Padahal Uni Eropa adalah mitra utama perdagangan Negeri Big Ben. Pada 2016, ekspor Inggris ke Uni Eropa mencapai 48% dari total ekspor mereka. No Deal Brexit bisa menghilangkan potensi ini. 

Ekspor yang berpeluang melambat membuat prospek ekonomi Inggris suram. Akibatnya, poundsterling mengalami tekanan jual.

Pada pukul 12:07 WIB, sterling melemah 0,32% di hadapan greenback. Pelemahan poundsterling melapangkan jalan bagi dolar AS untuk terus menguat. 

Selain itu, investor juga mengoleksi dolar AS karena lelang obligasi yang semakin dekat. Pada tengah malam waktu Indonesia, pemerintahan Presiden Donald Trump akan melelang dua seri obligasi yaitu tenor 13 dan 26 pekan. 

Jelang lelang, investor melakukan aksi jual yang masif untuk menekan harga dan menaikkan imbal hasil (yield). Kenaikan yield akan membuat kupon yang ditawarkan dalam lelang akan naik dan harganya turun. Siapa yang tidak tertarik? 

Investor terus berupaya mendorong yield ke atas. Pada pukul 12:12 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 6 bulan naik 0,2 basis poin (bps). Kenaikan ini berpotensi lebih tajam semakin mendekati pelaksanaan lelang. 

Untuk ikut serta dalam lelang, investor tentu butuh dolar AS untuk membeli obligasi. Permintaan yang meningkat membuat dolar AS kian mahal alias menguat. 

Faktor eksternal ini sepertinya lebih kuat sehingga mampu meredam berita baik dari surplus neraca perdagangan. Investor memang masih lebih sayang kepada dolar AS ketimbang rupiah...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular