Ada Kabar Damai Dagang AS-China, Rupiah Terbaik Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 October 2018 08:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan pagi hari akhir pekan ini. Dolar AS bahkan sudah lengser dari kisaran Rp 15.200.
Pada Jumat (12/10/2018) pukul 08:13 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 15.185 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,3% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Saat pembukaan pasar, rupiah sudah menguat 0,2% ke Rp 15.200/US$. Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat sebelumnya di pasar Non-Delivarable Forwards (NDF).
Kemarin, rupiah mengakhiri sesi perdagangan dengan depresiasi 0,21%. Mata uang Asia lainnya juga melemah, tetapi rupiah menjadi yang terlemah di Benua Kuning.
Pagi ini, mata uang Asia bergerak variatif cenderung menguat di hadapan greenback. Sejauh ini dendam sudah terbalaskan.
Dengan penguatan 0,23%, rupiah jadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hanya yuan China yang lebih baik dari rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 08:13 WIB:
Dolar AS kini sedang nelangsa. Pada pukul 08:16 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih melemah 0,02%. Dini hari tadi, koreksi Dollar Index sempat mencapai kisaran 0,5%.
Pelaku pasar sedang bergairah. Pasalnya, mulai ada harapan perang dagang AS vs China akan memasuki gencatan senjata.
Wall Street Journal melaporkan, dalam KTT G20 di Argentina bulan depan ada potensi Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan pihaknya tengah mendiskusikan kemungkinan tersebut.
“Ada perkembangan ke arah sana, tetapi belum konkret. Mereka (Trump dan Xi) punya banyak hal yang perlu dibicarakan, jadi kita lihat nanti,” kata Kudlow.
Perang dagang AS vs China adalah salah satu risiko terbesar di perekonomian global saat ini. Bagaimana tidak, keduanya adalah kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini. Saat mereka saling hambat perdagangan, maka rantai pasok (supply chain) global tentu terganggu.
Belum lagi perang dagang ini melebar jadi perang mata uang dan perang investasi. China dituding sengaja melemahkan mata uang yuan agar produk mereka tetap murah dan laku di pasar ekspor. Sementara AS tengah menggodok rencana membatasi aktivitas investasi perusahaan China di Negeri Paman Sam dengan alasan menjaga kepentingan dan keamanan nasional.
Pertemuan Trump dan Xi diharapkan bisa menghasilkan sesuatu, setidaknya komitmen untuk tidak lagi saling 'berbalas pantun' dengan mengenakan bea masuk. Dengan begitu, ada harapan perang dagang berganti menjadi damai dagang.
Aura positif merebak di pasar. Investor pun keluar dari sarangnya, tidak bermain aman dan berani mengambil risiko. Aset-aset di negara berkembang pun jadi incaran, termasuk di Indonesia. Ini tentu membantu penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (12/10/2018) pukul 08:13 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 15.185 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,3% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Saat pembukaan pasar, rupiah sudah menguat 0,2% ke Rp 15.200/US$. Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat sebelumnya di pasar Non-Delivarable Forwards (NDF).
Kemarin, rupiah mengakhiri sesi perdagangan dengan depresiasi 0,21%. Mata uang Asia lainnya juga melemah, tetapi rupiah menjadi yang terlemah di Benua Kuning.
Pagi ini, mata uang Asia bergerak variatif cenderung menguat di hadapan greenback. Sejauh ini dendam sudah terbalaskan.
Dengan penguatan 0,23%, rupiah jadi mata uang terbaik kedua di Asia. Hanya yuan China yang lebih baik dari rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 08:13 WIB:
Dolar AS kini sedang nelangsa. Pada pukul 08:16 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) masih melemah 0,02%. Dini hari tadi, koreksi Dollar Index sempat mencapai kisaran 0,5%.
Pelaku pasar sedang bergairah. Pasalnya, mulai ada harapan perang dagang AS vs China akan memasuki gencatan senjata.
Wall Street Journal melaporkan, dalam KTT G20 di Argentina bulan depan ada potensi Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan pihaknya tengah mendiskusikan kemungkinan tersebut.
“Ada perkembangan ke arah sana, tetapi belum konkret. Mereka (Trump dan Xi) punya banyak hal yang perlu dibicarakan, jadi kita lihat nanti,” kata Kudlow.
Perang dagang AS vs China adalah salah satu risiko terbesar di perekonomian global saat ini. Bagaimana tidak, keduanya adalah kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini. Saat mereka saling hambat perdagangan, maka rantai pasok (supply chain) global tentu terganggu.
Belum lagi perang dagang ini melebar jadi perang mata uang dan perang investasi. China dituding sengaja melemahkan mata uang yuan agar produk mereka tetap murah dan laku di pasar ekspor. Sementara AS tengah menggodok rencana membatasi aktivitas investasi perusahaan China di Negeri Paman Sam dengan alasan menjaga kepentingan dan keamanan nasional.
Pertemuan Trump dan Xi diharapkan bisa menghasilkan sesuatu, setidaknya komitmen untuk tidak lagi saling 'berbalas pantun' dengan mengenakan bea masuk. Dengan begitu, ada harapan perang dagang berganti menjadi damai dagang.
Aura positif merebak di pasar. Investor pun keluar dari sarangnya, tidak bermain aman dan berani mengambil risiko. Aset-aset di negara berkembang pun jadi incaran, termasuk di Indonesia. Ini tentu membantu penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular