Rupiah Masih Terlemah Sepanjang Sejarah (dan di Asia)
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 October 2018 12:40

Pasar valas dan saham Asia tertekan karena investor sedang jatuh cinta kepada obligasi pemerintah AS. Dengan kebijakan moneter AS yang ketat dan kenaikan suku bunga acuan secara agresif, instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi memang diuntungkan karena imbal hasil (yield) bakal bergerak naik.
Sepanjang 2018, The Federal Reserve/The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps). Dalam periode yang sama, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik 35,98 bps.
Berarti masih ada ruang bagi yield untuk terus menanjak mengikuti kenaikan suku bunga acuan. Apalagi fase kenaikan suku bunga acuan di AS belum selesai, The Fed kemungkinan besar akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember dengan probabilitas 74,8% menurut CME Fedwatch.
Perburuan terhadap obligasi membuat pasar valas dan saham sepi peminat. Seperti halnya pasar uang, pasar saham Asia pun menjadi laut merah karena koreksi di mana-mana.
Indeks Nikkei 225 ambrol 4,22%, Hang Seng jatuh 3,89%, Shanghai Composite terpangkas 4,8%, Kospi amblas 3,85%, Straits Times anjlok 2,86%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,82%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sepanjang 2018, The Federal Reserve/The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps). Dalam periode yang sama, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik 35,98 bps.
Berarti masih ada ruang bagi yield untuk terus menanjak mengikuti kenaikan suku bunga acuan. Apalagi fase kenaikan suku bunga acuan di AS belum selesai, The Fed kemungkinan besar akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember dengan probabilitas 74,8% menurut CME Fedwatch.
Indeks Nikkei 225 ambrol 4,22%, Hang Seng jatuh 3,89%, Shanghai Composite terpangkas 4,8%, Kospi amblas 3,85%, Straits Times anjlok 2,86%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,82%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular