Harga Premium Batal Naik, Siap-siap Hadapi Murka Pasar
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 October 2018 18:01

Padahal Indonesia adalah negara net importir migas. Neraca migas adalah penyumbang terbesar dalam defisit transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit US$ 8,03 miliar. Dari jumlah tersebut, US$ 2,75 miliar atau 34,23% disumbang oleh defisit di neraca migas. Neraca migas defisit karena impornya kelewat tinggi, dan itu disebabkan oleh besarnya konsumsi akibat harga BBM murah.
Hal ini membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Sebab devisa dari portofolio di pasar keuangan juga minim karena hot money terkonsentrasi ke Amerika Serikat akibat kenaikan suku bunga acuan. Hasilnya adalah rupiah melemah 10,9% di hadapan dolar AS sejak awal tahun.
Dengan kenaikan harga premium, maka diharapkan konsumsi premium bisa turun karena masyarakat berhemat. Saat konsumsi turun, maka impor bisa ditekan sehingga transaksi berjalan pun tidak terlalu berdarah-darah. Rupiah pun bisa lebih stabil.
Ketika rupiah lebih stabil, maka investor akan nyaman berinvestasi di Indonesia. Hal utama yang dibutuhkan pasar adalah kestabilan. Ini tidak bisa disediakan jika rupiah terus fluktuatif cenderung melemah.
Oleh karena itu, pelaku pasar sebenarnya berharap banyak pemerintah berani menaikkan harga BBM. Dengan begitu rupiah bisa lebih stabil, berinvestasi di Indonesia akan lebih aman dan nyaman.
Namun kini pemerintah balik arah. Angin segar yang sempat berhembus kini menjadi bara api. Sepertinya pemerintah harus bersiap menghadapi murka pasar...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatat defisit US$ 8,03 miliar. Dari jumlah tersebut, US$ 2,75 miliar atau 34,23% disumbang oleh defisit di neraca migas. Neraca migas defisit karena impornya kelewat tinggi, dan itu disebabkan oleh besarnya konsumsi akibat harga BBM murah.
Hal ini membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Sebab devisa dari portofolio di pasar keuangan juga minim karena hot money terkonsentrasi ke Amerika Serikat akibat kenaikan suku bunga acuan. Hasilnya adalah rupiah melemah 10,9% di hadapan dolar AS sejak awal tahun.
Ketika rupiah lebih stabil, maka investor akan nyaman berinvestasi di Indonesia. Hal utama yang dibutuhkan pasar adalah kestabilan. Ini tidak bisa disediakan jika rupiah terus fluktuatif cenderung melemah.
Oleh karena itu, pelaku pasar sebenarnya berharap banyak pemerintah berani menaikkan harga BBM. Dengan begitu rupiah bisa lebih stabil, berinvestasi di Indonesia akan lebih aman dan nyaman.
Namun kini pemerintah balik arah. Angin segar yang sempat berhembus kini menjadi bara api. Sepertinya pemerintah harus bersiap menghadapi murka pasar...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular