Grand Launching-CNBC Research

Kepastian (AS) Yang Memicu Ketidakpastian (Global)

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
09 October 2018 19:32
Bagi Amerika Serikat (AS), arahnya jelas. Pertumbuhan ekonomi digenjot dengan semangat 'America First' meski harus jadi proteksionis.
Foto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi pemerintah Amerika Serikat (AS), arahnya jelas. Pertumbuhan ekonomi bakal digenjot dengan semangat 'America First', "menghalalkan" cara yang anti-prinsip globalisasi yakni kebijakan proteksionistis.

Di tengah kondisi demikian, pertumbuhan ekonomi yang di atas kertas memang berhasil digenjot itu akan diimbangi dengan kenaikan suku bunga acuan AS, yakni Fed Funds Rate, yang bakal meningkat setidaknya tiga kali lagi pada tahun depan.

Kepastian sikap hawkish otoritas moneter AS ini berujung pada volatilitas di pasar modal negara berkembang menyusul ketidakpastian tentang sejauh mana aliran dana keluar (capital outflow) akan memukul nilai surat berharga mereka dan juga nilai tukar mereka.

Perekonomian dunia tengah menghadapi risiko perlambatan menyusul perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Perlu kombinasi kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang efisien, tak cuma di atas kertas, untuk lolos dari situasi tersebut.

Menurut firma konsultan global Moody's, pertarungan dagang antara dua negara dengan ekonomi terbesar dunia itu bakal membuat pertumbuhan ekonomi negara anggota G-20 melemah menjadi 3,1% tahun depan, dari proyeksi untuk tahun ini sebesar 3,3%.

Khusus untuk Indonesia, Moody's memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun depan bakal flat di angka 5,2%, alias tak berubah dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yang dipatok di angka 5,2%.

Proyeksi tersebut terhitung masih di batas bawah dari proyeksi yang dipatok Kementerian Keuangan dalam APBN 2019 yang berada di kisaran 5,3%. Untuk tahun ini saja, pertumbuhan ekonomi ditargetkan berada di level 5,2%-5,4%.

Dalam salah satu kajiannya awal Maret lalu, The Economist Intelligence Unit (EIU) menyebutkan ada sembilan risiko yang membayangi perekonomian global, di mana sejauh ini hingga triwulan III/2018 hanya satu yang terpatahkan, satu lain terwujud, dan tiga lainnya kian dekat menuju kenyataan.
Kepastian (AS) Yang Memicu Ketakpastian (Global)Sumber: EIU
Satu yang terwujud adalah kebijakan Amerika Serikat (AS) yang kian proteksionistis karena Trump makin "menggila" mengusung program yang dia sokong ketika kampanye yakni "America First". Mantan taipan properti ini melancarkan perang dagang terhadap mitra dagang utamanya, terutama China.

Sebaliknya, satu yang sudah terpatahkan adalah risiko konfrontasi semenanjung Korea. Pimpinan kedua negara yang berseteru yakni Korea Utara dan Korea Selatan beberapa kali bertemu dan mengisyaratkan adanya reunifikasi. Terakhir, keduanya bersatu dalam satu tim di ajang Asian Games 2018 di Indonesia.

Namun, jangan lupa masih ada tujuh risiko lain yang membayangi dunia. Tiga di antaranya menurut kami sangat berpeluang terjadi yakni memanasnya konflik Timur Tengah, perlambatan ekonomi China akibat perang dagang, dan memanasnya Laut China Selatan sebagai implikasi dari perseteruan AS-China.

Di luar kesembilan risiko tersebut, EIU belum memasukkan normalisasi suku bunga acuan AS sebagai salah satu risiko yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia. Padahal, kenaikan suku bunga otomatis menjadi rem atas pertumbuhan ekonomi.

Bagi AS, rem tersebut memang diperlukan karena pertumbuhan ekonomi mereka yang melaju 4,1% seperti sekarang (triwulan II/2018) tentulah menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan, mengingat ukuran ekonomi mereka yang besar (US$20 triliun), alias 20 kali lipat dari ukuran ekonomi Indonesia!

Sebaliknya, bagi Indonesia yang terpaksa harus ikut hawkish (mengetatkan moneter) demi mencegah pelemahan rupiah, kenaikan suku bunga di tengah pertumbuhan ekonomi yang tertatih tentunya menjadi tantangan pelik.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article Emas Kian Mengkilat Berkat Fed, Sepekan ini Menguat 2%

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular