Penyebab Rupiah Loyo: Investor Mau Beli Surat Utang Trump

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 October 2018 16:42
Penyebab Rupiah Loyo: Investor Mau Beli Surat Utang Trump
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah hari ini. Rupiah yang sempat punya harapan menguat tidak mampu mewujudkannya karena ditekan keperkasaan greenback. 

Pada Selasa (9/10/2018), US$ 1 dibanderol Rp 15.225 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah sebenarnya dibuka menguat 0,06%. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena rupiah kembali terpeleset ke zona merah.


Positifnya, depresiasi rupiah tidak sedalam kemarin yang mencapai 0,07%. Meski begitu, pelemahan rupiah yang sudah terjadi selama 7 hari perdagangan beruntun adalah catatan yang patut diwaspadai.

Dengan posisi penutupan hari ini, maka rupiah sudah melemah 12,24% sejak awal tahun. Sementara dalam setahun terakhir, depresiasi rupiah mencapai 12,65%. 



Berbagai mata uang utama Asia juga sulit menandingi dolar AS. Praktis hanya yuan China dan yen Jepang yang menguat, yang lain tidak selamat. 

Pelemahan terdalam dialami oleh baht Thailand. Depresiasi baht terjadi seiring rilis data cadangan devisa yang turun. 

Bank of Thailand (BoT) melaporkan posisi cadangan devisa per 28 September adalah US$ 204,5 miliar. Turun dibandingkan 21 September yaitu US$ 205,5 miliar.  

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:20 WIB: 

 

Setelah sempat mengalami koreksi, dolar AS digdaya kembali. Pada pukul 16:22 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,17%. 

Penguatan dolar AS terjadi seiring semakin dekatnya lelang obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. Pada 9 Oktober waktu setempat, Kementerian Keuangan AS akan melelang obligasi jangka pendek bertenor 4, 13, 26, dan 52 minggu. Sementara pada 10 Oktober, akan dilelang obligasi jangka panjang dengan tenor 3 dan 10 tahun.
Dalam dua lelang ini, pemerintah memasang target indikatif total US$ 215 miliar.

 
Obligasi pemerintah AS sekarang sedang menjadi instrumen favorit investor. Maklum, imbal hasil (yield) instrumen ini sedang tinggi-tingginya. 

Saat ini, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 3,2556%. Ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2011 atau sekira 7 tahun lalu.

Yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon di lelang selanjutnya. Dengan yield yang tinggi saat ini, wajar bila investor berharap kupon di lelang 9 dan 10 Oktober nanti bakal tinggi. 

Sepetinya minat pelaku pasar dalam lelang nanti akan semarak karena iming-iming kenaikan kupon. Investor yang berniat memborong obligasi pun ramai-ramai berburu dolar AS yang nantinya dipakai untuk membeli surat utang pemerintah Presiden Donald Trump. 

Hasilnya adalah dolar AS menguat karena kebanjiran peminat. Korban dari penguatan dolar AS terbentang sampai Asia, termasuk rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular