Belum Ada Kryptonite untuk Membendung Keperkasaan Super Dolar

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 October 2018 15:43
Belum Ada Kryptonite untuk Membendung Keperkasaan Super Dolar
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini milik dolar Amerika Serikat (AS). No contest, tidak ada yang bisa menyangkal dan menandingi. Begitu perkasanya dolar AS sehingga berbagai mata uang dunia tidak mampu mengimbangi. 

Sejak awal 2018, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 3,95%. Tidak hanya di hadapan enam mata uang utama, dolar AS pun berjaya terhadap berbagai mata uang negara lainnya. 

 

Penguatan dolar AS yang begitu masif sejalan dengan laju perekonomian AS. Boleh dibilang AS sudah lepas dari bayang-bayang krisis keuangan global 2007-2008. 

Satu dekade lalu, AS menjadi biang keladi krisis keuangan yang bermula dari investasi derivatif yang terlalu berisiko seperti sub-prime mortgage (sekuritisasi kredit perumahan). Ketika semua terlena karena menikmati cuan yang begitu besar, gelembung itu meledak. Pasar keuangan Negeri Adidaya kolaps. 

Salah satu korban paling terkenal adalah Lehman Brothers, bank investasi yang sudah berumur lebih dari seabad. Terpapar risiko dan aset busuk yang begitu besar, Lehman Brothers menyerah.  

Keruntuhan Lehman Brothers bagai tenggelamnya kapal Titanic, dia menyebabkan pusaran arus yang menyeret apapun di dekatnya. Too big too fail, dia terlalu besar untuk jatuh dan kejatuhannya akan merambat ke mana-mana. 

Sektor keuangan AS yang rontok menjalar ke sektor riil dan seluruh sendi perekonomian. Akibatnya, ekonomi AS terkontraksi alias minus. 

Pada kuartal III-2007, ekonomi AS masih bisa tumbuh 2,22% year-on-year (YoY). Namun terpaan krisis membuat pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam terseret ke jalur merah. Pada kuartal IV-2008, ekonomi AS mengalami kontraksi 2,75% dan mencapai titik nadir di minus 3,92% pada kuartal II-2009.  

AS berupaya all out untuk keluar dari resesi. Pemerintah menggelontorkan stimulus fiskal, dan The Federal Reserve/The Fed tidak lupa merangsang ekonomi dengan menurunkan suku bunga acuan. 

Sejak Agustus 2007, The Fed terus memangkas suku bunga acuan hingga mencapai dasar pada Desember 2008 yaitu 0,125%. Periode suku bunga rendah di AS berlangsung cuku lama, sekitar 6 tahun.

Pada penghujung 2015, The Fed akhirnya memulai siklus kenaikan suku bunga acuan.
 Bukan tanpa alasan, pemulihan ekonomi AS memang terlihat semakin nyata. Setelah mengalami kontraksi, ekonomi AS membaik dan mampu mencapai pertumbuhan 3,81% pada kuartal I-2015.



(NEXT)



Pertumbuhan ekonomi yang terakselerasi tentu menyebabkan tekanan inflasi, sehingga harus dikendalikan dengan menaikkan suku bunga. Diawali pada Desember 2015, The Fed terus menaikkan suku bunga sampai tujuh kali hingga saat ini. Kini suku bunga acuan di AS adalah 2-2,25% atau median 2,125%.

Namun tahun ini lebih spesial karena The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga sampai empat kali. Ini menjadi kenaikan paling agresif sejak 2015. 

Pada 2015, The Fed hanya sekali menaikkan suku bunga yaitu pada Desember. Kemudian 2016 juga sekali pada akhir tahun. 

Tahun lalu, The Fed menaikkan suku bunga tiga kali yaitu pada Maret, Juni, dan Desember. Sedangkan tahun ini, kenaikan suku bunga terjadi pada Maret, Juni, September, dan sekali lagi kemungkinan Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Fed 19 Desember mencapai 83,8%. 



Stimulus pajak yang digelontorkan Presiden AS Donald Trump harus diakui berhasil memberi nitro di perekonomian AS sehingga mampu melaju kencang. Akhir tahun lalu, Presiden Donald Trump mengubah keranjang pendapatan (income bracket) untuk penentuan tarif pajak. 

Awalnya, seorang pekerja lajang dengan pendapatan sampai US$ 9.525-38.700/tahun dikenakan pajak 15%, tetapi Trump menurunkan menjadi 12%. Kemudian untuk pekerja dengan pendapatan US$ 38.700-93.700/tahun awalnya kena PPh 25%. Trump menurunkan batasnya menjadi US$ 38.700-82.500/tahun dengan tarif yang lebih rendah yaitu 22%. 

Lalu untuk pekerja dengan pendapatan 93.700-195.450/tahun awalnya dikenakan PPh 28%. Trump mengubah batasannya menjadi US$ 82.500-157.500/tahun dan tarifnya diturunkan menjadi 24%. 

Sementara untuk pekerja dengan pendapatan US$ 195.450-424.950/tahun awalnya dibebankan PPh 33%. Trump kemudian mengubah batasannya menjadi US$ 157.500-200.000/tahun dan tarifnya turun menjadi 32%. 

Sedangkan bagi pekerja dengan pendapatan US$ 426.700/tahun ke atas awalnya kena pajak 39,6%. Trump mengubah batasnya menjadi US$ 500.000/tahun dengan tarif yang lebih rendah yaitu 37%. 

Tidak hanya bagi Orang Pribadi, Trump juga menurunkan PPh Badan dari 35% menjadi 21%. Penurunan tarif pajak ini membuat dunia usaha semakin semangat untuk berekspansi. Ekspansi dunia usaha ditambah tambahan konsumsi masyarakat membuat pertumbuhan ekonomi AS melesat. 

Hasilnya adalah laju inflasi AS terakselerasi karena tingginya permintaan. The Fed biasanya menggunakan indikator Personal Consumption Expenditure inti (core PCE) untuk memantau inflasi. 

Sejak Desember 2016, core PCE tidak pernah menyentuh 2%. Itu baru terjadi lagi pada 2018, bahkan sudah dua kali. Inflasi AS sudah menyentuh target The Fed di angka 2% dan tiba saatnya untuk dikendalikan. 



(NEXT)


Kenaikan suku bunga acuan memang bertujuan untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Namun kebijakan ini punya efek samping, yaitu membuat imbalan investasi di AS ikut naik terutama di instrumen berpendapatan tetap.  

Benar saja, sejak awal tahun imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS melesat tajam. Posisi terakhir yield instrumen ini ada di 3,2423% atau meroket 77,73 bps dibandingkan awal tahun. 



Kenaikan ini tentu merangsang minat investor untuk mengoleksi obligasi pemerintah AS. Permintaan terhadap greenback pun meningkat pesat, karena ingin dipakai untuk membeli obligasi. 

Hasilnya adalah seperti yang kita sekarang. Dolar AS menjadi raja mata uang dunia. Greenback bagai Superman yang nyaris tidak punya kelemahan. 

Layaknya Superman, mungkin hanya kuasa dari planet lain yang mungkin bisa menghalangi keperkasaan dolar AS. Sayangnya, kryptonite untuk menahan laju dolar AS belum ada sehingga selamat menikmati keperkasaannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular