Sudah 28 Tahun, Ternyata RI Masih Manjakan Singapura

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
09 October 2018 11:07
Solusi?
Foto: REUTERS/Umit Bektas
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute, Wahyu Nuryanto mengungkapkan kembali pelemahan rupiah atas tingginya kepemilikan obligasi asing ini sebenarnya bisa diantisipasi.

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS salah satunya ditenggarai oleh aksi spekulasi di pasar obligasi. Dalam konteks obligasi negara, saat ini sekitar 40% dipegang oleh asing tersbut, di mana mayoritas transaksi dilakukan di Singapura.

"Perbedaan tarif atas Singapura dan investor lokal ini bisa jadi memunculkan aksi spekulasi di pasar obligasi negara, yang basis transaksinya di Singapura. Namun, sah-sah saja bagi investor untuk melakukan transaksi pembelian atau penjualan obligasi negara RI di Singapura karena ada celah hukum yang memungkinkan," tutur Wahyu.

"Meskipun secara etika menjadi sangat tidak menguntungkan Indonesia dan posisi rupiah pada akhirnya."

Namun, menurutnya akan sangat sulit bagi pemerintah jika harus didorong untuk merevisi tax treaty dengan Singapura. Sebab butuh perundingan yang bisa jadi alot dan membutuhkan waktu tak sebentar.

"Kalau itu untuk jangka panjang, silakan saja, tapi efeknya belum tentu bisa langsung dirasakan ke Rupiah dalam jangka pendek," jelas Wahyu.

Demikian juga jika pemerintah memangkas tarif withholding tax dari 15% menjadi lebih rendah atau bahkan 0%. "Itu juga tidak gampang karena harus mengubah UU PPh," kata Dia.

Yang mungkin bisa dilakukan, menurut Wahyu adalah mengeluarkan kebijakan Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) atas imbalan bunga obligasi di dalam negeri.

Seperti halnya kebijakan serupa yang diterbitkan atas obligasi negara yang diterbitkan di luar negeri atau pasar internasional (PMK 46 /PMK.010/2018).
 
"Dengan demikian, investor merasa tidak ada bedanya transaksi bond di Singapura atau di Indonesia karena sama-sama tidak kena beban pajak," jelasnya.  

"Kalau reksadana saja bisa bebas pajak, seharusnya bunga obligasi negara juga diatur agar bebas pajak. Toh, orientasi penerbitan obligasi kan berutang, untuk support pembiayaan," imbuh Wahyu.

Memang dirasa tidak adil, ketika pemerintah butuh utangan justru investor dibebankan sebuah pajak yang walaupun memang atas imbal hasil yang didapatkan. Sayangnya perlakuan ini hanya untuk investor dalam negeri bukan asing.

Padahal, Indonesia saat ini perlu banyak investor lokal yang setia, bukan memanjakan asing.

(dru/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular