Dibuka Menguat, Rupiah Lagi-lagi Melemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 October 2018 09:00
Dibuka Menguat, Rupiah Lagi-lagi Melemah
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat, nilai tukar rupiah berbalik melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Asia juga bernasib serupa, tidak bertaring di hadapan greenback. 

Pada Selasa (8/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.205 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,06% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Namun penguatan ini tidak bertahan lama. Pada pukul 08:37 WIB, rupiah berbalik melemah 0,1% di mana dolar AS dibanderol Rp 15.230. 


Tak cuma rupiah, berbagai mata uang Asia pun tunduk di hadapan dolar AS. Namun ada sedikit perubahan, karena yuan China tidak lagi melemah. 

Kemarin, yuan melemah cukup dalam setelah Bank Sentral China (PBoC) menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) 100 basis poin. Penurunan GWM membuat likuiditas yuan di perbankan dan sistem perekonomian membludak sehingga nilainya turun. 


Hari ini, pasar sepertinya sudah mulai memanfaatkan pelemahan yuan yang terjadi kemarin. Aset-aset di Negeri Tirai Bambu yang sudah murah merangsang aksi borong sehingga yuan berbalik menguat. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 08:41 WIB: 

Mata UangKursPerubahan (%)
USD/JPY113.03(0.18)
USD/CNY6.92(0.10)
USD/KRW1,133.800.01
USD/TWD30.94(0.06)
USD/HKD7.830.02
USD/INR74.060.40
USD/MYR4.150.05
USD/SGD1.380.07
USD/THB32.900.03
USD/PHP54.140.01
 
Meski mata uang Asia mayoritas melemah, tetapi depresiasinya mulai berkurang dan tidak sedalam kemarin. Sebab, dolar AS yang sudah menguat terlalu lama mulai mengalami momen konsolidasi. 

Pada pukul 08:44 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah tipis 0,01%. Penguatan yuan sedikit banyak menekan penguatan dolar AS sehingga tidak segarang kemarin. 

Namun, pelaku pasar masih harus waspada karena dolar AS bisa bangkit kapan saja. Masih banyak alasan bagi investor untuk berburu dolar AS. 

Pertama adalah semakin dekatnya pelaksanaan lelang obligasi AS. Pada 9 Oktober waktu setempat, pemerintah AS akan melelang obligasi jangka pendek dan pada 10 Oktober akan dilelang obligasi jangka panjang. 

Beberapa waktu terakhir, imbal hasil obligasi (yield) pemerintah AS melonjak pesat. Yield di pasar sekunder saat ini akan menjadi acuan bagi penentuan kupon dalam lelang pasar perdana. Investor tentu berharap ada kupon yang lebih tinggi karena yield sudah tinggi. Minat di lelang obligasi pemerintah AS diperkirakan membludak.

Kalau ingin membeli obligasi pemerintah AS tentu membutuhkan greenback. Oleh karena itu, permintaan dolar AS berpotensi meningkat sehingga nilainya menguat. 


Kedua adalah kisruh politik anggaran Italia yang masih berlangsung. Pemerintahan Italia berkeras untuk membuat anggaran negara 2019 dengan defisit yang cukup besar yaitu 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan ini mendapat tentangan dari Uni Eropa, yang mengingatkan bahwa Italia pernah mengalami krisis fiskal pada 2009-2010 karena anggaran yang terlalu ekspansif bin agresif. 

Roma tidak terima. Pemerintah menuding Uni Eropa sengaja membuat opini yang menakut-nakuti pasar. Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini menegaskan bahwa Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker dan Komisioner Ekonomi Uni Eropa Pierre Moscovici sebagai musuh.  

"Musuh Eropa yang sebenarnya bersembunyi di balik bunker di Brussel. Mereka adalah Juncker dan Moscovici yang membawa ketakutan dan membuat lapangan kerja menjadi tidaj pasti di Eropa," tegas Salvini, dikutip dari Reuters. 

Italia yang sepat adem kini bergejolak lagi. Risiko besar di Eropa membuat pelaku pasar memilih bermain aman dan mengarahkan uangnya ke pasar valas untuk berburu dolar AS. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular