
Bursa Saham China Dibuka Bervariasi
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
09 October 2018 09:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Hong Kong pada perdagangan pagi ini dibuka menguat, tetapi bursa saham China daratan mengalami koreksi. Sentimen masih bercampur baur dalam menyikapi perkembangan ekonomi dunia.
(hps) Next Article Grogi Nantikan Data Ekspor-Impor, Indeks Shanghai Melemah
Indeks Hang Seng dibuka menguat 0,31% ke level 26.293,65 atau bertambah 82,45 poin. Indeks Shanghai Composite turun 0,10 2.713,73 dan indeks Shenzhen Composite menguat 0,19% ke level 1.388,88.
Salah satu sentimen yang masih mempengaruhi bursa saham Asia pekan ini adalah kenaikan yield obligasi AS. Sepanjang pekan lalu, yield obligasi AS tenor 10 tahun melesat 17,1 bps. Kenaikan yield di AS adalah sinyal bullish bagi greenback, karena yield yang tinggi ini akan membuat kupon di lelang obligasi berikutnya akan naik.
Inilah mengapa yield yang tinggi bisa menaikkan nilai dolar AS, karena minat investor akan tinggi ketika lelang obligasi selanjutnya. Untuk membeli obligasi pemerintah AS tentu butuh greenback, sehingga permintaan terhadap mata uang ini akan tinggi dan nilainya semakin mahal alias menguat.
Tingginya permintaan terhadap dolar AS ini membuat mata uang Negeri Adidaya semakin digdaya. Arus modal yang bergerombol di sekitar dolar AS membuat pasar keuangan negara-negara lain ditinggalkan, termasuk Indonesia.
Selain itu, Bank Sentral China (PBOC) mengeluarkan kebijakan berupa pemotongan rasio cadangan wajib sebesar 1%. Kebijakan tersebut untuk mengoptimalkan struktur likuiditas perbankan dan pasar uang, sekaligus memangkas struktur pembiayaan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya tensi perang dagang.
Salah satu sentimen yang masih mempengaruhi bursa saham Asia pekan ini adalah kenaikan yield obligasi AS. Sepanjang pekan lalu, yield obligasi AS tenor 10 tahun melesat 17,1 bps. Kenaikan yield di AS adalah sinyal bullish bagi greenback, karena yield yang tinggi ini akan membuat kupon di lelang obligasi berikutnya akan naik.
Tingginya permintaan terhadap dolar AS ini membuat mata uang Negeri Adidaya semakin digdaya. Arus modal yang bergerombol di sekitar dolar AS membuat pasar keuangan negara-negara lain ditinggalkan, termasuk Indonesia.
Selain itu, Bank Sentral China (PBOC) mengeluarkan kebijakan berupa pemotongan rasio cadangan wajib sebesar 1%. Kebijakan tersebut untuk mengoptimalkan struktur likuiditas perbankan dan pasar uang, sekaligus memangkas struktur pembiayaan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya tensi perang dagang.
(hps) Next Article Grogi Nantikan Data Ekspor-Impor, Indeks Shanghai Melemah
Most Popular