Mata Uang Asia Perkasa, Rupiah Masih Merana
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 October 2018 11:10

Setelah lebih dari sepekan perkasa, dolar AS mulai melambat. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) pada pukul 10:55 WIB memang masih menguat, tetapi hanya 0,07%. Kemarin, indeks ini sempat menguat sampai ke kisaran 0,5%.
Penguatan dolar AS yang mulai terbatas lebih disebabkan oleh perilaku ambil untung. Maklum, Dollar Index sudah menguat 1,89% dalam 3 bulan terakhir dan bahkan 6,33% selama 6 bulan ini. Wajar bila pelaku pasar sedikit mengambil nafas, karena dolar AS sudah berlari terlalu kencang.
Selain itu, investor juga menantikan rilis data angka pengangguran AS periode September yang akan dirilis malam ini waktu Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran berada di 3,8%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,9%.
Saat ini pelaku pasar boleh jadi masih wait and see. Namun begitu angka pengangguran benar-benar turun sesuai perkiraan, maka arus modal akan kembali membanjiri dolar AS sehingga mata uang ini sangat berpotensi kembali melaju kencang.
Sebagian besar mata uang utama Asia mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang rehat sejenak ini. Namun rupiah masih terjebak di zona merah, kemungkinan disebabkan sentimen domestik.
Pada kuartal III-2018, kemungkinan besar defisit transaksi berjalan tetap cukup dalam seperti kuartal sebelumnya yang mencapai 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pasalnya, defisit neraca perdagangan pada Juli dan Agustus lumayan dalam yaitu masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar.
Pada September, defisit neraca perdagangan kemungkinan besar karena tingginya harga minyak dunia. Sepanjang September, harga minyak jenis brent melonjak 8,74% secara point-to-point. Ini tentu memberatkan neraca perdagangan Indonesia, negara yang berstatus sebagai net importir minyak.
Neraca perdagangan yang defisit akan mempengaruhi transaksi berjalan. Hasilnya, rupiah berpotensi tertekan karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Faktor ini yang membuat investor cemas, sehingga rupiah masih sulit untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Penguatan dolar AS yang mulai terbatas lebih disebabkan oleh perilaku ambil untung. Maklum, Dollar Index sudah menguat 1,89% dalam 3 bulan terakhir dan bahkan 6,33% selama 6 bulan ini. Wajar bila pelaku pasar sedikit mengambil nafas, karena dolar AS sudah berlari terlalu kencang.
Selain itu, investor juga menantikan rilis data angka pengangguran AS periode September yang akan dirilis malam ini waktu Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran berada di 3,8%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,9%.
Sebagian besar mata uang utama Asia mampu memanfaatkan situasi dolar AS yang rehat sejenak ini. Namun rupiah masih terjebak di zona merah, kemungkinan disebabkan sentimen domestik.
Pada kuartal III-2018, kemungkinan besar defisit transaksi berjalan tetap cukup dalam seperti kuartal sebelumnya yang mencapai 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pasalnya, defisit neraca perdagangan pada Juli dan Agustus lumayan dalam yaitu masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 1,02 miliar.
Pada September, defisit neraca perdagangan kemungkinan besar karena tingginya harga minyak dunia. Sepanjang September, harga minyak jenis brent melonjak 8,74% secara point-to-point. Ini tentu memberatkan neraca perdagangan Indonesia, negara yang berstatus sebagai net importir minyak.
Neraca perdagangan yang defisit akan mempengaruhi transaksi berjalan. Hasilnya, rupiah berpotensi tertekan karena minimnya sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Faktor ini yang membuat investor cemas, sehingga rupiah masih sulit untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular