Ini Penjelasan Lengkap Bos OJK Soal Ekonomi Dunia dan RI

Monica Wareza, CNBC Indonesia
04 October 2018 17:02
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini tengah digoncang oleh sentimen dari luar negeri.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memaparkan kondisi perekonomian Indonesia yang saat ini tengah digoncang oleh sentimen dari luar negeri.

Mau tak mau, ekonomi Indonesia juga harus mengambil langkah untuk menyesuaikan perkembangan perekonomian global agar Indonesia tak teringgal.

Berikut penjelasan lengkap dari Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Gedung OJK, pada Kamis (4/10/2018).
Ini Penjelasan Lengkap Bos OJK Soal Ekonomi Dunia dan RI
Foto: Ketua OJK Wimboh (CNBC Indonesia/Monica Wareza)

Sebagaimana kita ketahui bahwa perekonomian dunia sedang bergoyang dan ini sudah kita ketahui bersama penyebab utamanya bukan dari dalam negeri, tapi eksternal. Ada dua hal yang menonjol, yakni perubahan kebijakan atau normalisasi suku bunga Amerika dan pengenaan tarif oleh Amerika Serikat kepada China dan negara lainnya.

Indonesia harus meningkatkan suku bunganya mengikuti dan mengantisipasi agresivitas Amerika

Ini dampaknya cukup besar seluruhnya sehingga beberapa negara menyesuaikan kebijakan suku bunganya supaya investor portofolio ini tidak mempunyai atau menggurangi sentimen negatif terhadap pasar keuangan di suatu negara. Jadi kenaikan suku bunga betul untuk drive sentimen jangka pendek.

Dan juga orang berpersepsi bahwa adanya pengenaan tarif akan memengaruhi kapasitas ekspor ke Amerika Serikat di beberapa negara. Dampaknya tidak instan dan butuh waktu jadi hanya persepsi ke depan saja.

OJK menilai perekonomian Indonesia yang tercermin dari pertumbuhan perbankan masih cukup baik

Bagaimana dampak ke Indonesia? Kita lihat statistik suku bunga ini perbankan kita punya cover room yang cukup kuat dari segi mengabsorb kenaikan suku bunga jadi perbankan masih bisa efisiensi dan menerapkan teknologi. Jadi kalau ada kenaikan suku bunga tidak 100% dipassthrough ke peminjam karena ada efisiensi.

Kenaikan suku bunga mungkin bisa terjadi tapi lebih banyak karena adjustment kebijakan likuiditas. Over all likuiditas perbankan masih oke, tidak ada masalah meski kredit tumbuh agresif. Terakhir Agustus 12,12% tapi ini karena dunia usaha menggeliat karena komoditi harganya naik, yang dulu ditakutkan pertumbuhan kredit karena komoditi juga melambat. Ini sudah bergairah jadi ekonomi kita bergairah. Jadi tidak heran kalau kredit meningkat.

Kondisi ini juga memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun Bank Indonesia dinilai mampu untuk menanggulanginya

Di samping itu, tekanan nilai tukar ada di beberapa negara. Tapi nilai tukar ini sifatnya sebentar dalam konteks sentimen negatif artinya cari ekuilibrium baru dan masih bisa volatil. Tapi kita yakin BI bisa jaga transmisi dan transisi volatilitas managible dan tak menimbulkan goncangan.

Pemerintah juga telah menerapkan langkah-langkah khusus untuk menghindari permasalahan ekonomi Indonesia

Dan pemerintah clear perbaiki fundamental diantaranya memberikan insentif misal B20 yang diharapkan bisa menghemat banyak penggunaan energi mineral atau minyak yang masih didominasi impor jadi bisa hemat banyak devisa.

Disamping itu, ada rescheduling proyek yang membutuhkan banyak impor dan juga kita dorong eskpor. Ini fundamentalnya kita dan saya rasa Indonesia secara fundamental tak perlu dikhawatirkan. Itu gambarann umum Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Turki, Argentina dan Venezuela.

Selain itu, juga dilakukan peningkatan PPh 22 impor yang bisa menghemat US$ 37,7 juta dan pengguaan minyk dalam negeri, pariwisata dan B20.






(dru/dru) Next Article Potret Silaturahmi DK OJK, Wimboh cs dengan Mahendra dkk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular