Mungkinkah Rupiah Menuju Titik Terlemah Sepanjang Sejarah RI?

Herdaru Purnomo & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 October 2018 09:48
Penyakit Transaksi Berjalan Belum Sembuh
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Sementara dari dalam negeri, ada risiko besar bernama transaksi berjalan (current account) yang terus-menerus defisit, bahkan cukup dalam. Tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit transaksi berjalan di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Saat devisa dari pasar keuangan sangat terbatas, transaksi berjalan adalah bantalan untuk menjaga kinerja mata uang.  Namun di Indonesia, bantalan ini sangat kempis. Akibatnya rupiah pun sulit menguat, bahkan cenderung semakin lemah.  Nasib transaksi berjalan semakin suram saat harga minyak dunia terus terkerek ke atas.

Pada pukul 09:28 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 85,98/barel. Ini merupakan titik tertinggi sejak 2014.  Indonesia adalah negara net importir migas. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, sepanjang Januari-Agustus 2018 Indonesia mencatatkan defisit perdagangan migas sebesar US$ 8,35 miliar. Jika harga minyak makin mahal, maka defisit ini bisa membengkak walaupun jumlah yang diimpor tidak berubah. 

Pembengkakan impor ini tentu akan menekan neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Bantalan penopang rupiah akan semakin kempis.  Transaksi berjalan menjadi kunci saat hot money seret.

Baht Thailand berhasil bertahan dengan menguat 0,7% terhadap dolar AS sejak awal tahun, karena ditopang oleh transaksi berjalan yang surplus.  Oleh karena itu, potensi pelemahan rupiah lebih lanjut masih sangat terbuka. Apabila penyakit di transaksi berjalan tidak segera teratasi, maka rupiah bukan tidak mungkin menyentuh titik terlemahnya sepanjang sejarah. 

(aji/dru)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular