Dolar AS Digdaya, Rupiah Nelangsa

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 October 2018 17:23
Dolar AS Digdaya, Rupiah Nelangsa
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah lumayan tajam di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. 

Pada Selasa (2/10/2018), US$ 1 berada di Rp 15.040 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah cukup signifikan 0,91% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.  

Posisi rupiah hari ini merupakan yang terlemah sepanjang 2018. Ditarik lebih ke belakang, rupiah berada di titik terlemah sejak Juli 1998, kala Indonesia dilanda krisis moneter (krismon). 

Saat pembukaan pasar, rupiah 'hanya' melemah 0,03%. Selepas itu, rupiah semakin tertekan.  

Jelang tengah hari, rupiah sudah memasuki level psikologis baru yaitu Rp 15.000/US$. Pelemahan rupiah terus terjadi hingga pasar tutup. 

Posisi terkuat rupiah hari ini ada di Rp 14.910/US$ yaitu saat pembukaan pasar. Sedangkan terlemahnya adalah Rp 15.048/US$. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang mampu menguat karena sentimen domestik rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Yuan China pun sejatinya menguat, tetapi tidak masuk hitungan karena pasar keuangan Negeri Tirai Bambu tutup memperingati Hari Nasional Republik Rakyat China.


Dengan depresiasi 0,91%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Di bawah (atau di atas?) rupiah ada won Korea Selatan dan baht Thailand. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:32 WIB: 

 

Penguatan dolar AS memang semakin ada dan tampak nyata. Pada pukul 16:37 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,39%. Dalam seminggu terakhir, indeks ini sudah melesat 1,63%. 

Situasi Italia yang semakin keruh membuat dolar AS kian menjadi incaran. Dalam pidatonya, Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan sebaiknya Italia membatalkan rencana pengesahan anggaran 2019 dengan defisit 2,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).  


Menurut Juncker, Italia semestinya melakukan disiplin fiskal. Jangan sampai anggaran yang terlalu ekspansif menyebabkan krisis fiskal seperti yang terjadi pada 2009-2010. 

"Italia menjauhkan diri dari target yang telah disusun bersama oleh Uni Eropa. Saya tidak ingin, tetapi setelah pengalaman menyelesaikan krisis di Yunani, kita bisa-bisa mengalami hal yang sama di Italia. Satu krisis sudah cukup dan kita harus mencegah itu. Kalau sampai Italia mendapat penanganan khusus, bisa-bisa itu menjadi akhir dari euro," jelas Juncker dalam pidatonya di Jerman, mengutip Reuters. 

Namun Roma justru panas dengan kritik Uni Eropa. Bahkan kemudian terlontar ide untuk keluar dari Uni Eropa dan menanggalkan mata uang euro. 

"Saya sangat yakin Italia bisa memecahkan sebagian besar masalahnya jika memiliki mata uang sendiri," tegas Claudio Borghi, Ketua Tim Ekonomi Liga, dikutip dari Reuters. Liga, bersama Gerakan Bintang Lima, adalah koalisi dominan di parlemen Negeri Pizza. 


Panasnya dinamika Italia membuat pelaku pasar ketar-ketir. Menghindari risiko besar yang mungkin saja terjadi, misalnya Italia keluar dari Uni Eropa (amit-amit), investor memilih bermain aman. Aset-aset aman (safe haven) menjadi pilihan, utamanya dolar AS. 

Greenback tidak hanya aman, tetapi juga memberikan cuan. Memegang dolar AS menguntungkan karena The Federal Reserve/The Fed masih dalam mode pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan. 

Setelah menaikkan suku bunga acuan pekan lalu, The Fed kemungkinan besar kembali melakukan kebijakan serupa pada akhir tahun. Pada rapat 19 Desember, peluang The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin adalah 76,8%. 

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di AS menjadi menguntungkan karena imbalan bakal ikut terkerek, terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Arus modal pun berkerumun di sekitar obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. 

Masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield). Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pada pukul 17:06 WIB yang menunjukkan penurunan di semua tenor: 

 

Ditopang derasnya arus modal masuk, penguatan dolar AS pun tak terbendung. Akibatnya berbagai mata uang dunia melemah, dan rupiah tidak terkecuali.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular