Normalisasi The Fed Tak Buat Rupiah Melemah, IHSG Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2018 12:36
IHSG menguat 0,68% pada akhir sesi 1 ke level 5.913,15.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah tipis 0,03%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,68% pada akhir sesi 1 ke level 5.913,15.

Pergerakan IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,6%, indeks Shanghai turun 0,39%, dan indeks Hang Seng turun 0,45%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,91 triliun dengan volume sebanyak 6,01 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 200.390 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG naik diantaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+2,33%), PT United Tractors Tbk /UNTR (+2,97%), PT Gudang Garam Tbk /GGRM (+2,27%), PT Telekomunikasi Indonesia /TLKM (+0,85%), dan PT Bank Negara Indonesia/BBNI (+1,71%).

Bursa saham Benua Kuning pada hari ini terbilang sulit untuk menentukan arah pergerakannya. Dibuka di zona merah, bursa saham utama kawasan Asia sempat kompak menguat sebelum kemudian kembali memerah lagi.

Investor merespons secara beragam hasil dari pertemuan bank sentral AS alias the Federal Reserve. Pada dini hari tadi, the Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25bps menjadi 2-2,5%. The Fed pun sudah melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.

Sisi negatifnya, normalisasi pada tahun ini tetap diperkirakan belum selesai, masih ada 1 kali lagi yakni pada bulan Desember. Berdasarkan dot plot versi terbaru, jumlah anggota FOMC yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan pada akhir tahun naik menjadi 12 orang, dari yang hanya 8 orang pada bulan Juni lalu.

Memang, agresifnya the Fed dalam menormalisasi suku bunga acuan mencerminkan kuatnya laju perekonomian Negeri Paman Sam. Namun, normalisasi yang kelewat agresif dikhawatirkan bisa 'mematikan' perekonomian AS. Terlebih, risiko perang dagang masih kental terasa.

Berbicara di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (25/9/2018) membela perseteruan dagang yang dialami pemerintahannya. Ia menegaskan di hadapan para pemimpin dunia bahwa AS akan bertindak berdasarkan kepentingan nasionalnya bila merasa dicurangi.

"Kami tidak lagi menoleransi tindakan kejam seperti itu. Kami tidak akan mengizinkan para pekerja kami menjadi korban, perusahaan kami dicurangi, dan kesejahteraan kami dijarah dan dialihkan," kata Trump dalam pidatonya di markas PBB di New York, CNBC International melaporkan.

Pernyataan Trump ini memberi indikasi bahwa dalam waktu dekat, pihaknya tak akan melunak dalam menghadapi perang dagang dengan China.

Tak hanya dengan China, perang dagang antara AS dengan tetangganya yakni Kanada juga kian panas. Kemarin (26/9/2018), Trump mengatakan bahwa dia telah menolak undangan dari pihak Kanada untuk melakukan dialog empat mata dengan Perdana Menteri Justin Trudeau.

Trump mengatakan bahwa penolakannya didasari oleh sikap Trudeau yang tak mau mengalah dalam negosiasi terkait dengan perubahan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Sebelumnya pada hari Selasa, U.S. Trade Representative Robert Lighthizer mengatakan bahwa AS siap untuk menanadatangani kesepakatan NAFTA yang baru tanpa Kanada. AS berencana menandatangani kesepakatan baru NAFTA sebelum Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto meninggalkan posisinya pada 30 September mendatang.

Sementara itu, sisi positif dari hasil pertemuan the Fed adalah pihaknya tak semakin hawkish. Kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini tetap diproyeksi sebanyak 4 kali, sementara untuk tahun 2019 tetap 3 kali. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi pasar saham.

Apalagi, proyeksi pertumbuhan ekonomi dikerek naik tinggi oleh bank sentral. Pada tahun ini, The Fed memproyeksikan ekonomi AS tumbuh sebesar 3,1%, dari yang sebelumnya hanya 2,8% pada proyeksi bulan Juni. Untuk tahun 2019, proyeksi pertumbuhan ekonomi dinaikkan sebesar 0,1% menjadi 2,5%. Sementara untuk tahun 2020, proyeksinya adalah tetap di level 2%.

Ketika ekonomi AS melesat, aktivitas ekonomi dari negara-negara lainnya seperti Indonesia juga diharapkan bisa ikut terkerek.

Dari tanah air, terlepas dari normalisasi the Fed yang dipatok tetap 4 kali pada tahun ini, rupiah ternyata tak melemah. Hingga siang hari, rupiah diperdagangkan flat di pasar spot di level Rp 14.900/dolar AS. Ekspektasi bahwa Bank Indonesia (BI) akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada hari ini nampaknya cukup untuk membuat pelaku pasar menahan diri dari melepas rupiah.

Investor asing pada hari ini tak ikut masuk ke bursa saham Indonesia. Hingga akhir sesi 1, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 133,6 miliar. 5 besar saham yang paling banyak dilepas investor asing adalah: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 81,3 miliar), PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk/BTEK (Rp 59,8 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 27,3 miliar), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 17,5 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 15,1 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article Pertemuan The Fed Direspons Positif, IHSG ke Zona Hijau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular