Semua 'Hawkish', Perang Suku Bunga Acuan Terjadi?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
27 September 2018 12:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi pengetatan likuiditas global saat ini begitu terasa, seiring adanya perang suku bunga acuan antar negara. Pergerakan arus modal begitu mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergantung kepada suku bunga acuan yang ditawarkan oleh bank sentral.
Semakin tinggi suku bunga acuan suatu negara, maka peluang aliran modal asing masuk semakin besar. Tentu yang produk yang diburu yaitu obligasi. Sebab, kenaikan suku bunga acuan biasanya diikuti kenaikan yield sehingga instrumen tersebut semakin seksi.
[Gambas:Video CNBC]
Berbicara suku bunga acuan, sudah banyak negara yang mulai menaikkannya. Terlebih bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve/The Fed, sudah menunjukkan sikap agresifitasnya.
Kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam memiliki dampak yang kuat, sebab hal ini berhubungan dengan pergerakan dolar AS. Ketika mata uang tersebut menguat, maka mata uang global akan tertekan. Guna mengimbangi hal tersebut, mau tidak mau bank sentral di negara-negara ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuan agar stabilitas kurs terjaga.
Salah satu contoh yang bisa dijadikan contoh adalah Indonesia. Sejak The Fed semakin agresif tahun ini, nilai tukar rupiah begitu tertekan. Sejak awal tahun The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 basis poin (bps) ke rentang 2-2,25%.
Dampaknya bisa terlihat, dolar AS begitu perkasa. Dolar index yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama telah menguat hingga 2,60%. Penguatan ini lantas menyebabkan rupiah terdepresiasi hingga 9,73% sejak awal tahun dan sempat menembus level Rp 14.940/US$ atau terendah sejak Krisis Moneter 1998.
Bank Indonesia (BI) sebagai garda terdepan dalam menjaga stabilitas rupiah, telah menunjukkan sikap agresifitasnya. Sejak Mei 2018, BI telah menaikkan suku bunga acuan hingga 125 bps ke level 5,50%. Lantas, apakah suku bunga acuan di Indonesia termasuk yang tertinggi, utamanya di kawasan G-20?
(NEXT)
Semakin tinggi suku bunga acuan suatu negara, maka peluang aliran modal asing masuk semakin besar. Tentu yang produk yang diburu yaitu obligasi. Sebab, kenaikan suku bunga acuan biasanya diikuti kenaikan yield sehingga instrumen tersebut semakin seksi.
[Gambas:Video CNBC]
Berbicara suku bunga acuan, sudah banyak negara yang mulai menaikkannya. Terlebih bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve/The Fed, sudah menunjukkan sikap agresifitasnya.
Salah satu contoh yang bisa dijadikan contoh adalah Indonesia. Sejak The Fed semakin agresif tahun ini, nilai tukar rupiah begitu tertekan. Sejak awal tahun The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 basis poin (bps) ke rentang 2-2,25%.
Dampaknya bisa terlihat, dolar AS begitu perkasa. Dolar index yang menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama telah menguat hingga 2,60%. Penguatan ini lantas menyebabkan rupiah terdepresiasi hingga 9,73% sejak awal tahun dan sempat menembus level Rp 14.940/US$ atau terendah sejak Krisis Moneter 1998.
Bank Indonesia (BI) sebagai garda terdepan dalam menjaga stabilitas rupiah, telah menunjukkan sikap agresifitasnya. Sejak Mei 2018, BI telah menaikkan suku bunga acuan hingga 125 bps ke level 5,50%. Lantas, apakah suku bunga acuan di Indonesia termasuk yang tertinggi, utamanya di kawasan G-20?
(NEXT)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular