
Maaf, Rupiah Tak Mungkin Kembali ke Level Rp 10.000/US$
Ratu Rina, CNBC Indonesia
25 September 2018 14:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berasumsi kondisi nilai tukar rupiah yang saat ini berada di level Rp 14.900/US$ sulit untuk kembali ke level Rp 10.000/US$.
Pasalnya, kondisi likuiditas global saat ini sudah memasuki titik keseimbangan baru. Aliran modal yang selama ini bergentayangan di pasar keuangan global akan mencari negara-negara yang dianggap aman.
"Karena pada waktu Rupiah menguat Rp 10.000/US$, kondisi likuditas dunianya beda, suku bunga dunia beda, kebutuhan kita terhadap likuditas dalam negeri juga beda," ujar Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah, di JS Luwansa, Selasa (25/9/2018).
Lebih lanjut, ia menjelaskan pada periode quantitative easing suku bunga BI bisa turun mengikuti suku bunga global yang juga rendah. Namun, saat ini kondisnya bertolak belakang, sehingga berdampak pada The Fed yang menaikkan suku bunga bank sentral AS.
"Ini artinya yang dulu dia mem-flush (quantitative easing), menyebarkan likuiditas banyak ke pasar keuangan global, perlahan mereka tarik kembali," ujar Halim.
Oleh karena itu, Indonesia harus menaikkan suku bunga guna menjaga keseimbangan sistem stabilitas keuangannya. "Sementara kebutuhan likuiditas Indonesia masih tinggi karena, pembangunan kita butuh banyak dana, ini yang terjadi," ujar Halim.
Ia menuturkan, selama ini otoritas moneter selalu berupaya mengimbangi penarikan dana keluar negeri sehingga tidak mengganggu stabilitas ekonomi nasional. "Sejauh ini berdasarkan pantauan kami tidak ada pergerakan yang luar biasa," tutup Halim.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Pasalnya, kondisi likuiditas global saat ini sudah memasuki titik keseimbangan baru. Aliran modal yang selama ini bergentayangan di pasar keuangan global akan mencari negara-negara yang dianggap aman.
"Karena pada waktu Rupiah menguat Rp 10.000/US$, kondisi likuditas dunianya beda, suku bunga dunia beda, kebutuhan kita terhadap likuditas dalam negeri juga beda," ujar Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah, di JS Luwansa, Selasa (25/9/2018).
![]() |
Lebih lanjut, ia menjelaskan pada periode quantitative easing suku bunga BI bisa turun mengikuti suku bunga global yang juga rendah. Namun, saat ini kondisnya bertolak belakang, sehingga berdampak pada The Fed yang menaikkan suku bunga bank sentral AS.
Oleh karena itu, Indonesia harus menaikkan suku bunga guna menjaga keseimbangan sistem stabilitas keuangannya. "Sementara kebutuhan likuiditas Indonesia masih tinggi karena, pembangunan kita butuh banyak dana, ini yang terjadi," ujar Halim.
Ia menuturkan, selama ini otoritas moneter selalu berupaya mengimbangi penarikan dana keluar negeri sehingga tidak mengganggu stabilitas ekonomi nasional. "Sejauh ini berdasarkan pantauan kami tidak ada pergerakan yang luar biasa," tutup Halim.
(dru) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular