Membedah Visi-Misi Capres 2019

Kebijakan Pajak Capres: Jokowi Melanjutkan, Prabowo Agresif

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 September 2018 11:05
Prabowo Obral Stimulus Pajak, Waspadai Lonjakan Utang
Foto: Presiden Indonesia Joko Widodo dan cawapresnya Ma'ruf Amin berbincang dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat upacara di KPU Jakarta (REUTERS/Darren Whiteside)
Sedangkan di kubu pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, berikut rencana kerja terkait kebijakan pajak:
  1. Menaikkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh pasal 21 Orang Pribadi.
  2. Menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama.
  3. Menghapus secara drastis birokrasi yang menghambat dan melakukan reformasi perpajakan agar lebih merangsang gairah berusaha dan meningkatkan daya saing terhadap negara-negara tetangga.
  4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap buku yang murah dan terjangkau melalui kebijakan perpajakan yang menunjang.
Hal menarik dalam visi-misi pasangan 02 adalah besarnya insentif pajak yang dijanjikan seperti kenaikan PTKP, penurunan tarif PPh 21, sampai penghapusan PBB. Ini adalah stimulus yang cukup agresif. 

Melalui ketiga janji ini, dijamin daya beli masyarakat akan meningkat. Sebab sebagian pendapatan yang sedianya dialokasikan untuk membayar pajak nantinya bisa dipakai untuk menambah konsumsi. 

Hal ini sudah ditempuh di AS. Akhir tahun lalu, Presiden Donald Trump mengubah keranjang pendapatan (income bracket) untuk penentuan tarif pajak.

Awalnya, seorang pekerja lajang dengan pendapatan sampai US$ 9.525-38.700/tahun dikenakan pajak 15%, tetapi Trump menurunkan menjadi 12%. Kemudian untuk pekerja dengan pendapatan US$ 38.700-93.700/tahun awalnya kena PPh 25%. Trump menurunkan batasnya menjadi US$ 38.700-82.500/tahun dengan tarif yang lebih rendah yaitu 22%. 

Lalu untuk pekerja dengan pendapatan 93.700-195.450/tahun awalnya dikenakan PPh 28%. Trump mengubah batasannya menjadi US$ 82.500-157.500/tahun dan tarifnya diturunkan menjadi 24%. 

Sementara untuk pekerja dengan pendapatan US$ 195.450-424.950/tahun awalnya dibebankan PPh 33%. Trump kemudian mengubah batasannya menjadi US$ 157.500-200.000/tahun dan tarifnya turun menjadi 32%. 

Sedangkan bagi pekerja dengan pendapatan US$ 426.700/tahun ke atas awalnya kena pajak 39,6%. Trump mengubah batasnya menjadi US$ 500.000/tahun dengan tarif yang lebih rendah yaitu 37%. 

Tidak hanya bagi Orang Pribadi, Trump juga menurunkan PPh Badan dari 35% menjadi 21%. Penurunan tarif pajak ini membuat dunia usaha semakin semangat untuk berekspansi. 

Ekspansi dunia usaha ditambah tambahan konsumsi masyarakat membuat pertumbuhan ekonomi AS melesat. The Federal Reserve/The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 4,4% pada kuartal III-2018. Lebih cepat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 4,2%.

Bayangkan, AS punya ukuran ekonomi US$ 19,39 triliun atau sekitar Rp 288.751 triliun. Ekonomi sebesar ini masih bisa tumbuh di kisaran 4% adalah hal yang luar biasa. Prestasi ini tentunya tidak lepas dari stimulus pajak dari Trump. 

Oleh karena itu, wajar apabila Prabowo-Sandiaga menjanjikan stimulus pajak untuk menggenjot konsumsi, investasi, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi. Tujuannya memang mulia dan sesuai dengan tema visi-misi mereka yaitu Sejahtera Bersama Prabowo-Sandi. 

Namun, stimulus ini bukan tanpa risiko. Saat pemerintah memberikan stimulus pajak, maka ada sebagian penerimaan negara yang berkurang. Agar anggaran negara bisa berjalan, pemerintah harus menambalnya dengan tambahan utang. 

Ini yang terjadi di AS. Penurunan tarif pajak membuat defisit anggaran membengkak. Badan Anggaran Kongres AS memperkirakan defisit anggaran tahun ini berada di US$ 4,14 triliun. Pada 2019, defisit anggaran naik menjadi US$ 4,47 triliun. 



Defisit yang membengkak ini tentunya sejalan dengan utang pemerintah yang juga terdongkrak. Tahun ini, utang pemerintah AS diperkirakan mencapai 108,02% dari Produk Domestik Bruto. Pada 2019, jumlahnya bakal bertambah menjadi 109,45% PDB. 

 

Utang adalah isu yang sering disuarakan oleh kelompok oposisi saat ini. Bila nanti Prabowo-Sandiaga berkuasa dan menjalankan stimulus pajak besar-besaran, kelompok ini sepertinya harus menjilat ludah sendiri.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/dru)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular