Utang Pemerintah Tembus Rp 4.363 T, Ini Pandangan DPR

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 September 2018 11:02
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) angkat bicara mengenai rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB)
Foto: infografis/Sang pemberi Pinjaman setia RI/Aristya Rahadian krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) angkat bicara mengenai rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sudah menembus 30,31% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Sebagai mitra pemerintah, komisi keuangan meminta pemerintah betul-betul berhati-hati dalam mengelola utang secara keseluruhan, mengingat persoalan ini kerap dijadikan alat politik jelang pesta demokrasi tahun depan.

"Harus di-manage dengan baik dari sisi cashflow-nya, dan likuiditasnya. Penggunaan utang juga harus semakin baik," kata Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Senin (24/9/2018).
Utang Pemerintah Tembus Rp 4.363 T, Ini Pandangan DPRFoto: Arie Pratama

Total utang pemerintah pada periode Agustus 2018 memang kembali bertambah menjadi Rp 4.363,1 triliun, atau melonjak hingga Rp 547,4 triliun dibandingkan utang pemerintah pada periode sama Rp 3.825,7 triliun.

Kenaikan tersebut, pun mengerek rasio utang terhadap PDB menjadi 30,31%. Namun menurut Mekeng, rasio utang pemerintah masih tetap aman, apalagi perekonomian Indonesia masih tetap tumbuh di ataa 5%.

"Utang dia pasti akan berubah karena ada banyak currency. Apalagi di Agustus sudah tidak ada gali lubang tutup lubang. Artinya tidak perlu terbitkan utang untuk bayar bunga utang," katanya.

"Selama ekonomi maju, tidak apa-apa asal di manage. Kecuali kalau ekonomi minus. Karena ketika itu terjadi, kita tidak ada kemampuan bayar," tegasnya.

Dalam dokumen APBN KiTA, yang dikutip CNBC Indonesia, kenaikan utang pemerintah salah satunya dikarenakan faktor eksternal seperti penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

"Terutama dolar AS, memengaruhi besaran total outstanding utang untuk bulan Agustus. Apabila ditilik lebih mendetail, posisi utang untuk SBN berdenominasi rupiah lebih besar dari SBN valuta asing," bunyi kutipan dalam dokumen APBN KiTa.

"Dengan demikian, risiko fluktuasi nilai rupiah terhadap posisi utang pemerintah dapat diminimalkan," demikian lanjutan kutipan tersebut.

Sementara di sisi lain, sukuk juga mengalami kenaikan karena semakin banyaknya penyelenggara negara yang melihat potensi dan menggunakan sukuk sebagai salah satu sumber pembiayaan.

"Hal ini mendorong peningkatan jumlah SBN secara signifikkan," katanya.

Selain faktor eksternal, pertumbuhan utang pemerintah pun juga disebabkan oleh strategi front loading. Strategi ini memang harus dilakukan, agar beban utang dapat semakin minimal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyadari bahwa rasio utang pemerintah terus meningkat. Namun, bendahara negara akan terus menjaga rasio utang pemerintah tetap berada dalam koridornya.

"Kami akan tetap jaga disekitar itu. Dari sisi APBN, defisit menurun, primary balance di akhir Agustus itu menggambarkan respons kehati-hatian," tegas Sri Mulyani.



(dru) Next Article Jaga Rasio Utang, INDY Selektif Ekspansi Usaha

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular