
Serba-serbi Utang Pemerintah yang Nilainya Rp 4.363 T
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
22 September 2018 07:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali bertambah. Pada Agustus 2017, total utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 3.825,79 triliun namun membengkak hingga Rp 547,4 triliun di Agustus 2018.
Mengutip realisasi APBN per Agustus 2018 dalam situs APBN Kita, Jumat (21/9/2018), total utang pemerintah pusat ini setara 30,31% dari PDB. Adapun total utang pemerintah pusat per Agustus 2018 mencapai Rp 4.363,19 triliun.
"Dengan jumlah PDB diperkirakan Rp 14.395,07 triliun, rasio utang Pemerintah per akhir Agustus menjadi 30,31%. Persentase tersebut masih jauh di bawah batas 60% terhadap PDB sebagaimana ketentuan Undang-undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003," tulis Kemenkeu.
Berikut komposisinya :
"Komposisi SBN sampai dengan akhir Agustus 2018 mencapai 81,18%, lebih besar jika dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 80,71 % dari total outstanding," tambah Kemenkeu dalam laporannya.
Kenaikan tersebut, tulis Kemenkeu, sejalan dengan strategi Pemerintah untuk melakukan pendalaman pasar obligasi, mengingat posisi Indonesia yang sudah naik kelas menjadi Middle Income Country yang tidak berhak lagi memperoleh pinjaman lunak (konsesional).
"Berdasarkan sumber SBN, komposisi utang SBN dalam Valuta Asing naik ke angka 23,84% terhadap total utang dari sebelumnya sebesar 22% terhadap total utang," jelas Kemenkeu.
Apa Penyebab Kenaikan Utang?
Lantas, apa yang menjadi penyebab utama lonjakan utang pemerintah?
Dalam dokumen APBN KiTA, dikutip CNBC Indonesia, kenaikan utang pemerintah salah satunya dikarenakan faktor eksternal seperti penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
"Terutama dolar AS, memengaruhi besaran total outstanding utang untuk bulan Agustus. Apabila ditilik lebih mendetail, posisi utang untuk SBN berdenominasi rupiah lebih besar dari SBN valuta asing," bunyi kutipan dalam dokumen APBN KiTa.
"Dengan demikian, risiko fluktuasi nilai rupiah terhadap posisi utang pemerintah dapat diminimalkan," demikian lanjutan kutipan tersebut.
Sementara di sisi lain, sukuk juga mengalami kenaikan karena semakin banyaknya penyelenggara negara yang melihat potensi dan menggunakan sukuk sebagai salah satu sumber pembiayaan.
"Hal ini mendorong peningkatan jumlah SBN secara signifikkan," katanya.
Selain faktor eksternal, pertumbuhan utang pemerintah pun juga disebabkan oleh strategi front loading. Strategi ini memang harus dilakukan, agar beban utang dapat semakin minimal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyadari bahwa rasio utang pemerintah terus meningkat. Namun, bendahara negara akan terus menjaga rasio utang pemerintah tetap berada dalam koridornya.
"Kami akan tetap jaga disekitar itu. Dari sisi APBN, defisit menurun, primary balance di akhir Agustus itu menggambarkan respons kehati-hatian," tegas Sri Mulyani.
Tak Gali Lubang Tutup Lubang di Agustus
Kabar gembira, realisasi APBN 2018 kembali mencatatkan surplus pada keseimbangan primer. Pemerintah tak lagi berutang untuk membayar utangan.
"Hal positif adalah struktur atau profil postur APBN 2018. Sampai Agustus 2018, untuk keempat kalinya keseimbangan primer positif," kata Sri Mulyani.
Adapun surplus keseimbangan primer mencapai Rp 11,6 triliun. Menurut Sri Mulyani jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya maka realisasi sampai Agustus 2018 cukup baik.
"Ini adalah positif, surplus. Jadi kita masih positif. Bandingkan posisi keseimbangan primer tahun lalu yang negatif Rp 84 triliun," paparnya.
Sementara untuk keseluruhan defisit, Sri Mulyani mengatakan sampai Agustus 2018, APBN megalami defisit Rp 150,7 triliun. "Tahun yang sama defisitnya Rp 224,9 triliun atau 1,65% dari PDB. Defisit akhir Agustus 2018 ini hanya 1,02% dari PDB," kata Sri Mulyani.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Tembus Rp 4.363 T, Ini Pandangan DPR
Mengutip realisasi APBN per Agustus 2018 dalam situs APBN Kita, Jumat (21/9/2018), total utang pemerintah pusat ini setara 30,31% dari PDB. Adapun total utang pemerintah pusat per Agustus 2018 mencapai Rp 4.363,19 triliun.
"Dengan jumlah PDB diperkirakan Rp 14.395,07 triliun, rasio utang Pemerintah per akhir Agustus menjadi 30,31%. Persentase tersebut masih jauh di bawah batas 60% terhadap PDB sebagaimana ketentuan Undang-undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003," tulis Kemenkeu.
![]() |
"Komposisi SBN sampai dengan akhir Agustus 2018 mencapai 81,18%, lebih besar jika dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 80,71 % dari total outstanding," tambah Kemenkeu dalam laporannya.
Kenaikan tersebut, tulis Kemenkeu, sejalan dengan strategi Pemerintah untuk melakukan pendalaman pasar obligasi, mengingat posisi Indonesia yang sudah naik kelas menjadi Middle Income Country yang tidak berhak lagi memperoleh pinjaman lunak (konsesional).
"Berdasarkan sumber SBN, komposisi utang SBN dalam Valuta Asing naik ke angka 23,84% terhadap total utang dari sebelumnya sebesar 22% terhadap total utang," jelas Kemenkeu.
Apa Penyebab Kenaikan Utang?
Lantas, apa yang menjadi penyebab utama lonjakan utang pemerintah?
Dalam dokumen APBN KiTA, dikutip CNBC Indonesia, kenaikan utang pemerintah salah satunya dikarenakan faktor eksternal seperti penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
"Terutama dolar AS, memengaruhi besaran total outstanding utang untuk bulan Agustus. Apabila ditilik lebih mendetail, posisi utang untuk SBN berdenominasi rupiah lebih besar dari SBN valuta asing," bunyi kutipan dalam dokumen APBN KiTa.
"Dengan demikian, risiko fluktuasi nilai rupiah terhadap posisi utang pemerintah dapat diminimalkan," demikian lanjutan kutipan tersebut.
Sementara di sisi lain, sukuk juga mengalami kenaikan karena semakin banyaknya penyelenggara negara yang melihat potensi dan menggunakan sukuk sebagai salah satu sumber pembiayaan.
"Hal ini mendorong peningkatan jumlah SBN secara signifikkan," katanya.
Selain faktor eksternal, pertumbuhan utang pemerintah pun juga disebabkan oleh strategi front loading. Strategi ini memang harus dilakukan, agar beban utang dapat semakin minimal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyadari bahwa rasio utang pemerintah terus meningkat. Namun, bendahara negara akan terus menjaga rasio utang pemerintah tetap berada dalam koridornya.
"Kami akan tetap jaga disekitar itu. Dari sisi APBN, defisit menurun, primary balance di akhir Agustus itu menggambarkan respons kehati-hatian," tegas Sri Mulyani.
Tak Gali Lubang Tutup Lubang di Agustus
Kabar gembira, realisasi APBN 2018 kembali mencatatkan surplus pada keseimbangan primer. Pemerintah tak lagi berutang untuk membayar utangan.
"Hal positif adalah struktur atau profil postur APBN 2018. Sampai Agustus 2018, untuk keempat kalinya keseimbangan primer positif," kata Sri Mulyani.
Adapun surplus keseimbangan primer mencapai Rp 11,6 triliun. Menurut Sri Mulyani jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya maka realisasi sampai Agustus 2018 cukup baik.
"Ini adalah positif, surplus. Jadi kita masih positif. Bandingkan posisi keseimbangan primer tahun lalu yang negatif Rp 84 triliun," paparnya.
Sementara untuk keseluruhan defisit, Sri Mulyani mengatakan sampai Agustus 2018, APBN megalami defisit Rp 150,7 triliun. "Tahun yang sama defisitnya Rp 224,9 triliun atau 1,65% dari PDB. Defisit akhir Agustus 2018 ini hanya 1,02% dari PDB," kata Sri Mulyani.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Tembus Rp 4.363 T, Ini Pandangan DPR
Most Popular