
Batu Bara Booming, Pelita Samudera Target Pendapatan Rp 710 M
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
20 September 2018 14:26

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI) menargetkan pendapatan 2018 tumbuh 20% dibandingkan 2017 yang tercatat senilai US$ 49 juta atau menjadi US$ 58,8 juta setara Rp 710 miliar.
Peningkatan pendapatan tersebut seiring dengan penambahan armada kapal tunda dan tongkang perusahaan menjadi 40 unit pada tahun ini. Selain itu, perseroan juga berencana untuk meningkatkan utilisasi fasilitas pemindah muatan batu bara lepas pantai (Floating Loading Facility/FLF) yang sebesar 90% dari sebelumnya 70%.
Direktur Perseroan Harry Tjhen mengatakan pertumbuhan pendapatan seiring dengan harga batubara yang diperkirakan tetap stabil di kisaran US$ 80 hingga US$ 100 per metrik ton hingga 2020 mendatang.
Selain itu, permintaan ekspor batu bara juga meningkat terutama dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara sehingga mendorong pertumbuhan jasa transportasi batu bara milik perseroan.
"Jadi kalau kita melihat industri batubara kita cukup stabil mulai 2017 jadi supply dan demand ditopang juga dari banyaknya pembangkit dalam negeri yang akan dioperasikan secara maksimal. Dan membantu industri batubara dimana akan dikerjakan oleh perseroan," tambahnya.
Lebih lanjut, untuk mendukung pertumbuhan kinerja tersebut, perseroan mengalokasikan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$ 29 juta yang saat ini sudah diserap sebesar 43%.
Sedangkan untuk capex tahun ini, seluruh dana berasal dari internal kas perseroan. Termasuk dengan dana dari penjualan salah satu aset FLF perseroan senilai US$ 12 juta.
"Alokasi capex masih menggunakan kas internal kami karena masih cukup banyak. Selain itu debt to equity ratio kami juga masih cukup rendah yakni 0,45% pada Juni 2018," tambahnya.
Selain itu, hingga 24 bulan kedepan atau hingga 2020, perseroan juga menargetkan investasi hingga US$ 50 juta untuk menambah diversifikasi usaha bisnis. Salah satunya dengan melirik usaha pengangkutan mineral seperti nikel.
Namun, rencana tersebut masih belum dilakukan dalam waktu yang dekat mengingat fokus perseroan saat ini ialah meningkatkan volume pengangkutan batu bara terkait kontrak-kontrak yang telah dibukukan.
"Itu pasti untuk diversifikasi, ya mungkin pada 2020 melihat pasar juga. Kalau loan dari perbankan juga bisa didapatkan karena sejauh ini sudah banyak yang menawarkan ke kami," ujar Harry.
Hingga Agustus tahun ini, tercatat nilai kontrak yang dibukukan oleh perseroan untuk FLF senilaI US$ 7 juta dan Rp 72 miliar serta TNB senilai US$ 1,9 juta dan Rp 289 miliar. Pada tahun ini perseroan menargetkan kontrak senilai US$ 60 juta hingga US$ 65 juta.
(hps/hps) Next Article Tutup 2018, Pendapatan Pelita Samudera Naik 30% Jadi Rp 889 M
Peningkatan pendapatan tersebut seiring dengan penambahan armada kapal tunda dan tongkang perusahaan menjadi 40 unit pada tahun ini. Selain itu, perseroan juga berencana untuk meningkatkan utilisasi fasilitas pemindah muatan batu bara lepas pantai (Floating Loading Facility/FLF) yang sebesar 90% dari sebelumnya 70%.
Direktur Perseroan Harry Tjhen mengatakan pertumbuhan pendapatan seiring dengan harga batubara yang diperkirakan tetap stabil di kisaran US$ 80 hingga US$ 100 per metrik ton hingga 2020 mendatang.
"Jadi kalau kita melihat industri batubara kita cukup stabil mulai 2017 jadi supply dan demand ditopang juga dari banyaknya pembangkit dalam negeri yang akan dioperasikan secara maksimal. Dan membantu industri batubara dimana akan dikerjakan oleh perseroan," tambahnya.
Lebih lanjut, untuk mendukung pertumbuhan kinerja tersebut, perseroan mengalokasikan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$ 29 juta yang saat ini sudah diserap sebesar 43%.
Sedangkan untuk capex tahun ini, seluruh dana berasal dari internal kas perseroan. Termasuk dengan dana dari penjualan salah satu aset FLF perseroan senilai US$ 12 juta.
"Alokasi capex masih menggunakan kas internal kami karena masih cukup banyak. Selain itu debt to equity ratio kami juga masih cukup rendah yakni 0,45% pada Juni 2018," tambahnya.
Selain itu, hingga 24 bulan kedepan atau hingga 2020, perseroan juga menargetkan investasi hingga US$ 50 juta untuk menambah diversifikasi usaha bisnis. Salah satunya dengan melirik usaha pengangkutan mineral seperti nikel.
Namun, rencana tersebut masih belum dilakukan dalam waktu yang dekat mengingat fokus perseroan saat ini ialah meningkatkan volume pengangkutan batu bara terkait kontrak-kontrak yang telah dibukukan.
"Itu pasti untuk diversifikasi, ya mungkin pada 2020 melihat pasar juga. Kalau loan dari perbankan juga bisa didapatkan karena sejauh ini sudah banyak yang menawarkan ke kami," ujar Harry.
Hingga Agustus tahun ini, tercatat nilai kontrak yang dibukukan oleh perseroan untuk FLF senilaI US$ 7 juta dan Rp 72 miliar serta TNB senilai US$ 1,9 juta dan Rp 289 miliar. Pada tahun ini perseroan menargetkan kontrak senilai US$ 60 juta hingga US$ 65 juta.
(hps/hps) Next Article Tutup 2018, Pendapatan Pelita Samudera Naik 30% Jadi Rp 889 M
Most Popular