Reli Berlanjut, Harga Minyak di Rekor Tertinggi Dalam 2 Bulan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
20 September 2018 09:25
Akibat berlanjutnya reli, harga light sweet kini sudah menyentuh titik tertingginya dalam hampir 2,5 bulan terakhir, atau sejak 10 Juli 2018.
Foto: Blok Southeast Sumatra (SES). (dok. Pertamina)
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 tercatat naik 0,29% ke level US$79,63/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 menguat 0,77% ke US$71,67/barel, pada hari ini Kamis (20/9/2018) hingga jam 09.00 WIB.

Reli harga minyak berlanjut pasca kemarin mampu menguat signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Rabu (19/9/2018), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat 1,82%. Sementara brent yang menjadi acuan di Eropa naik 0,47% di periode yang sama.

Akibat berlanjutnya reli, harga light sweet kini sudah menyentuh titik tertingginya dalam hampir 2,5 bulan terakhir, atau sejak 10 Juli 2018.

Sentimen positif bagi harga minyak pada hari ini masih datang dari turunnya cadangan minyak AS, serta sinyal bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mungkin tidak akan menaikkan produksi untuk mengatasi seretnya pasokan dari Iran.



Sampai pekan lalu, cadangan minyak Negeri Paman Sam turun 2,1 juta barel dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 394,1 juta barel, seperti dilaporkan oleh US Energy Information Administration (EIA). Cadangan minyak AS mencapai titik terendah sejak Februari 2015.

Sentimen positif lainnya datang dari kuatnya permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Negeri Paman. Cadangan BBM sebesar 1,7 juta barel pada pekan lalu. Penurunan itu jauh lebih dalam dari ekspektasi pasar sebesar minus 100.000 barel.

Konsumsi BBM biasanya memuncak di musim panas, dan kemudian mengendur di musim semi. Namun, kenyataannya permintaan BBM tetap kuat pada pekan lalu, diestimasikan mencapai 9,5 juta barel per hari.

Selain akibat data inventori minyak di AS, harga sang emas hitam juga mendapatkan energi dari OPEC yang nampaknya belum menyiapkan langkah untuk menambal kekurangan pasokan dari Iran dan Venezuela.

Iran sedang menjalani sanksi dari AS, dan membuat perusahaan-perusahaan (terutama asing) enggan berbisnis dengan Negeri Persia. Akibatnya produksi dan ekspor minyak Iran terus menurun.


Pada hari Minggu (23/9/2018) mendatang, menteri energi negara-negara OPEC dan produsen non-OPEC dijadwalkan akan bertemu untuk mendiskusikan kepatuhan terhadap pemangkasan produksi yang disepakati sejak tahun 2017.

Seorang sumber mengatakan kepada Reuters bahwa belum ada rencana darurat untuk menambal pasokan Iran dan Venezuela. Sejumlah negara-negara produsen minyak itu juga dikabarkan masih akan mendiskusikan bagaimana pembagian porsi peningkatan produksi sesuai dengan kerangka kuota masing-masing.

Pada 5 September lalu, Reuters bahkan melaporkan bahwa pemimpin OPEC Arab Saudi masih menginginkan harga minyak berada di kisaran US$70-US$80/barel, untuk menjaga keseimbangan antara memaksimalkan pendapatan dan menjaga harga minyak supaya tidak terlalu tinggi, hingga pemilihan kongres AS mendatang.

Artinya, dalam jangka pendek-menengah, masih ada potensi pasokan minyak di pasar dunia akan seret. Ini tentu membuka peluang untuk kenaikan harga lebih lanjut. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Reli Berlanjut, Harga Minyak di Rekor Tertinggi Dalam 2 BulanFoto: infografis/5 wilayah Indonesia Berpotensi untuk lapangan Minyak besar/Aristya Rahadian krisabella



(RHG/roy) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular