
Saham dan Rupiah Terkoreksi, Obligasi Masih Lanjutkan Reli
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
17 September 2018 11:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat signifikan pada awal perdagangan hari ini, melanjutkan penguatan beruntun (reli) sejak pekan lalu.
Merujuk data Reuters, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Penguatan sudah terjadi sejak Kamis pekan lalu, meskipun penguatan Kamis dan Jumat belum signifikan seperti hari ini.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Seri acuan yang harganya paling menguat adalah tenor 5 tahun, yang yield-nya turun hingga 13 basis poin (bps) menjadi 8,25%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun mengalami penguatan dan menekan yield-nya masing-masing 9 bps, 6 bps, dan 6 bps menjadi 8,4%, 8,66%, dan 8,92%.
Sumber: Reuters
Penguatan harga obligasi rupiah pemerintah hari ini disertai oleh meningkatkan kepemilikan pemerintah dalam SBN yang mengimbangi arus keluar dana investor asing (outflow). Data Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan pemerintah dan perbankan naik signifikan dibanding 4 September 2018.
Pada 4 September, kepemilikan institusi pemerintah 4,72% dan kepemilikan perbankan 25,53%. Angka itu secara bertahap dan hampir secara berurutan naik hingga posisi terakhir yang tercatat di Kemenkeu yaitu 12 September 2018 menjadi 4,83% dan 26,69%.
Di sisi lain, kepemilikan investor asing turun dari 37,34% pada 4 September menjadi 36,73%. Penurunan investor asing tersebut terjadi secara berturut-turut.
Naiknya kepemilikan institusi pemerintah dan perbankan kemungkinan akibat minat perbankan yang naik di tengah kenaikan suku bunga acuan 7DRRR dan operasi pasar terbuka yang dilakukan Bank Indonesia (BI) melalui reverse repo SBN oleh bank sentral.
Reverse repo dilakukan dengan meminjamkan SBN milik BI ke perbankan dengan beban bunga biaya tertentu, yang disertai janji beli kembali.
Penguatan juga masih terjadi meskipun besok terdapat agenda lelang rutin. Besok akan digelar lelang surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target Rp 4 triliun.
Biasanya lelang rutin akan membuat pelaku pasar menahan diri dalam membeli sehingga penguatan harga tidak terlalu besar. Peserta lelang lebih condong menahan diri sebelum lelang agar pemerintah melepas obligasi dan sukuk dalam lelang pada yield yang tinggi. Artinya, beban pemerintah membesar.
Hingga siang ini, rupiah masih terkoreksi 0,54% menjadi Rp 14.880 di hadapan tiap dolar AS, sedangkan IHSG terkoreksi signfikan 1,16% menjadi 5.862. Koreksi terjadi beriringan dengan pengumuman data neraca perdagangan siang ini yang menunjukkan data ekspor yang berkontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Merujuk data Reuters, menguatnya harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Penguatan sudah terjadi sejak Kamis pekan lalu, meskipun penguatan Kamis dan Jumat belum signifikan seperti hari ini.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Seri acuan lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun mengalami penguatan dan menekan yield-nya masing-masing 9 bps, 6 bps, dan 6 bps menjadi 8,4%, 8,66%, dan 8,92%.
Yield Obligasi Negara Acuan 17 Sep 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 14 Sep 2018 (%) | Yield 17 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.391 | 8.253 | -13.80 |
FR0064 | 10 tahun | 8.496 | 8.405 | -9.10 |
FR0065 | 15 tahun | 8.723 | 8.662 | -6.10 |
FR0075 | 20 tahun | 8.991 | 8.923 | -6.80 |
Avg movement | -8.95 |
Penguatan harga obligasi rupiah pemerintah hari ini disertai oleh meningkatkan kepemilikan pemerintah dalam SBN yang mengimbangi arus keluar dana investor asing (outflow). Data Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan pemerintah dan perbankan naik signifikan dibanding 4 September 2018.
Pada 4 September, kepemilikan institusi pemerintah 4,72% dan kepemilikan perbankan 25,53%. Angka itu secara bertahap dan hampir secara berurutan naik hingga posisi terakhir yang tercatat di Kemenkeu yaitu 12 September 2018 menjadi 4,83% dan 26,69%.
Di sisi lain, kepemilikan investor asing turun dari 37,34% pada 4 September menjadi 36,73%. Penurunan investor asing tersebut terjadi secara berturut-turut.
Naiknya kepemilikan institusi pemerintah dan perbankan kemungkinan akibat minat perbankan yang naik di tengah kenaikan suku bunga acuan 7DRRR dan operasi pasar terbuka yang dilakukan Bank Indonesia (BI) melalui reverse repo SBN oleh bank sentral.
Reverse repo dilakukan dengan meminjamkan SBN milik BI ke perbankan dengan beban bunga biaya tertentu, yang disertai janji beli kembali.
![]() SBN, asing |
Penguatan juga masih terjadi meskipun besok terdapat agenda lelang rutin. Besok akan digelar lelang surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) dengan target Rp 4 triliun.
Biasanya lelang rutin akan membuat pelaku pasar menahan diri dalam membeli sehingga penguatan harga tidak terlalu besar. Peserta lelang lebih condong menahan diri sebelum lelang agar pemerintah melepas obligasi dan sukuk dalam lelang pada yield yang tinggi. Artinya, beban pemerintah membesar.
Hingga siang ini, rupiah masih terkoreksi 0,54% menjadi Rp 14.880 di hadapan tiap dolar AS, sedangkan IHSG terkoreksi signfikan 1,16% menjadi 5.862. Koreksi terjadi beriringan dengan pengumuman data neraca perdagangan siang ini yang menunjukkan data ekspor yang berkontraksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular