Minus 0,27%, Rupiah Jadi Mata Uang Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 September 2018 08:52
Perang Dagang dan Data Ekonomi Topang Dolar AS
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Dolar AS sedang dalam tren menguat. Pada pukul 08:39 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,01%. 

Faktor eksternal dan internal mendukung penguatan dolar AS. Dari sisi eksternal, kekhawatiran perang dagang AS vs China kembali menyeruak setelah tersiar kabar Presiden Donald Trump siap mengeksekusi bea masuk baru untuk produ-produk made in China

Mengutip sumber di lingkar dalam Gedung Putih, Reuters memberitakan Trump akan mengenakan tarif bea masuk baru sebesar 10% kepada impor asal China dengan nilai total mencapai US$ 200 miliar. Produk-produk yang disasar sangat banyak, di antaranya barang elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi. 

Gedung Putih belum memberikan konfirmasi mengenai hal ini. Namun akhir pekan lalu, ada komentar bernada tegas dari sana yang mungkin saja bisa menjadi 'pertanda alam'. 

"Presiden sudah menegaskan bahwa pemerintahannya akan terus bertindak merespons praktik perdagangan China yang tidak adil. Kami mendorong China untuk memahami perhatian yang dilayangkan AS," tegas Lindsay Walters, Juru Bicara Gedung Putih, dikutip dari Reuters. 

Saat api perang dagang kembali berkobar, pelaku pasar akan cenderung memilih bermain aman. Untuk apa mengambil risiko saat pertumbuhan ekonomi global sedang terancam? Aset-aset berisiko di negara berkembang bisa ditanggalkan. Tentu bukan berita baik untuk rupiah. 

Sedangkan dari dalam negeri, penguatan dolar AS juga didukung oleh rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kementerian Perdagangan AS melaporkan, penjualan ritel pada Agustus 2018 naik 0,1% secara month-to-month (MtM). Sementara data Juli 2018 direvisi dari 0,5% menjadi 0,7%. 

Kemudian, University of Michigan merilis data pendahuluan Indeks Keyakinan Konsumen periode September 2018 yaitu di angka 100,8. Angka ini di atas ekspektasi pasar yaitu 96,7. 

Terakhir, produksi industri AS tumbuh sebesar 0,4% MtM pada Agustus, berhasil mencatatkan prestasi yang sama di Juli 2018. Peningkatan itu juga mampu mengungguli ekspektasi pasar sebesar 0,3%. 

Data-data yang positif itu semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada rapat bulan ini. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96,8%. 

Apabila perekonomian AS terus membaik, maka The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga pada Desember. Probabilitasnya cukup tinggi yaitu 75,9%. 

Didukung sentimen kenaikan suku bunga, dolar AS pun siap melaju meninggalkan mata uang negara lainnya. Sebab, kenaikan suku bunga akan membuat imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap) ikut naik.  

Investor tentu menyukai ini, dan akan berbondong-bondong memborong dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut. Saat ini terjadi, maka penguatan greenback adalah sebuah keniscayaan sejarah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular