Ini 4 Emiten Obligasi Paling Rentan Depresiasi Rupiah

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 September 2018 13:17
Perusahaan pemeringkat global Moody's menilai 4 emiten obligasi ini paling rentan terhadap risiko pelemahan rupiah.
Foto: Seorang pria berjalan melewati layar di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta. (Reuters/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia-Perusahaan pemeringkat global Moody's menilai ada empat emiten obligasi di Indonesia yang paling rentan terhadap risiko pelemahan rupiah, dibandingkan perusahaan lainnya.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT MNC Investama (BHIT) dan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL).

"Paling rentan terhadap berlanjutnya pelemahan rupiah karena mereka memikul utang besar dalam dolar AS sedangkan arus kasnya dalam rupiah," tutur Moody's dalam laporan risetnya yang diterima CNBC Indonesia hari ini.

Lippo Karawaci dan Alam Sutera, lanjut Moody's, paling rentan terhadap depresiasi rupiah lanjutan karena fasilitas lindung nilai (hedging) mereka tidak menyediakan perlindungan terhadap pelemahan rupiah di atas level Rp 15.000 per dolar AS.

Di sisi lain, keduanya tidak memiliki cukup dolar AS dalam neracanya untuk menutup biaya bunga tahunan. Saat ini, peringkat utang Lippo Karawaci berada di level B2 (negatif), sedangkan Alam Sutera Realty di B2 (negatif).

Sementara itu, 85% utang Gajah Tunggal berbetuk dolar AS padahal mayoritas arus kasnya berbentuk rupiah. Dari situ, utang senior senilai US$250 juta dan utang modal kerja senilai US$35 juta tidak dilindungi dengan fasilitas hedging.

"Kami memperkirakan utang Gajah Tunggal naik 13% jika dolar AS menguat ke Rp 16.000. Di tengah kondisi itu, perseroan tidak memiliki kas dan fasilitas modal kerja jangka pendek untuk menyerap risiko volatilitas kurs, profitabilitasnya pun akan terkontraksi," tulis Moody's.

Peringkat utang Gajah Tunggal saat ini berada di level B2 (stabil), sedangkan MNC Investama di B3 (negatif).

Pelemahan kurs lanjutan juga bakal memengaruhi beberapa perusahaan di sektor infrastruktur, terutama PT Perusahaan Listrik Negara (Baa2 stabil) yang kebanyakan utangnya berbentuk dolar AS, sedangkan pemasukannya berbentuk rupiah.

"Jika diperlukan, kami tentu mengharapkan pemerintah Indonesia bakal mendukung perseroan. Di sisi lain, kami memperkirakan proyek pembangkit listrik lebih tahan terhadap pelemahan rupiah meski juga bergantung pada kebijakan tarif listrik dan struktur biaya," ujar Moody's.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/hps) Next Article Sritex Cuma Dapat Rating Ba3 dari Moody's, Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular