
Biang Kerok Neraca RI Tekor: Seretnya Aliran Modal Masuk
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 September 2018 14:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Seretnya likuiditas seiring dengan normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve) pada tahun ini diklaim menjadi biang kerok defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Hal tersebut dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam pembahasan asumsi makro RAPBN 2019 di gedung parlemen, Senin (10/9/2018).
"Neraca pembayaran kita alami defisit di current account. Dua tahun yang lalu kita bisa dapatkan capital inflow US$ 29 billion, hampir dua kali lipat. Defisit current account masih bisa dibiayai capital inflow," kata Sri Mulyani.
"Namun di 2018, dinamika berubah. Capital inflow tidak sekuat di 2016 - 2017. Ini yang harus diwaspadai terkait sentimen dari psikologi, policy perdagangan AS vs mitra dagang, dan kebijakan moneter AS," tegasnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), arus masuk investasi dalam bentuk portofoli sepanjang semester I-2018 tercatat minus 1,1%. Padahal sepanjang tahun lalu, pertumbuhan investasi portofolio mencapai 20,6%.
Bendahara negara pun sadar betul, situasi ekonomi global tidak bisa diajak kompromi. Maka dari itu, fokus dan kebijakan pemerintah tahun depan bakal diarahkan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
"Kebijakan fiskal pemerintah akan mementingkan fungsi stabilisasi dibandingkan distribusi dan alokasi. Jadi countercyclical, karena growth sudah momentum. Jadi tidak perlu lagi," katanya
Seperti diketahui, tingginya defisit neraca perdagangan membuat lebar jurang defisit transaksi berjalan, sehingga berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah. Saat ini, nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 14.800/US$, dan sempat hampir menyentuh level Rp 15.000/US$.
Selama Semester I-2018, defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan dapat mencapai US$ 25 miliar.
(dru) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Hal tersebut dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam pembahasan asumsi makro RAPBN 2019 di gedung parlemen, Senin (10/9/2018).
"Neraca pembayaran kita alami defisit di current account. Dua tahun yang lalu kita bisa dapatkan capital inflow US$ 29 billion, hampir dua kali lipat. Defisit current account masih bisa dibiayai capital inflow," kata Sri Mulyani.
![]() |
"Namun di 2018, dinamika berubah. Capital inflow tidak sekuat di 2016 - 2017. Ini yang harus diwaspadai terkait sentimen dari psikologi, policy perdagangan AS vs mitra dagang, dan kebijakan moneter AS," tegasnya.
Bendahara negara pun sadar betul, situasi ekonomi global tidak bisa diajak kompromi. Maka dari itu, fokus dan kebijakan pemerintah tahun depan bakal diarahkan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
Seperti diketahui, tingginya defisit neraca perdagangan membuat lebar jurang defisit transaksi berjalan, sehingga berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah. Saat ini, nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 14.800/US$, dan sempat hampir menyentuh level Rp 15.000/US$.
Selama Semester I-2018, defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan dapat mencapai US$ 25 miliar.
(dru) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Most Popular