Isu No-Deal Brexit Melunak, Harga Logam Dasar Mulai Pulih

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 September 2018 18:03
Harga logam yang sebelumnya dihajar habis-habisan, mendapatkan sentimen positif dari meredanya ketegangan Brexit di Eropa.
Foto: REUTERS/Shamil Zhumatov
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga logam dasar di London Metal Exchange (LME) mulai menunjukkan sinyal pemulihan pada penutupan perdagangan hari Rabu (5/09/2018). Harga logam yang sebelumnya dihajar habis-habisan, mendapatkan sentimen positif dari meredanya ketegangan Brexit di Eropa.

Secara harian, harga logam yang mengalami kenaikan terkencang adalah harga tembaga yang menguat sebesar 0,35% ke US$2,5925/pound. Meski demikian, sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YTD) harga tembaga masih jatuh di kisaran 21,45%.

Kemudian, harga aluminium juga tumbuh 0,22% ke US$2.044/metrik ton (MT), berada di urutan kedua komoditas logam yang menguat paling besar kemarin. Harga aluminium tapi masih terkoreksi 9,48% sejak awal tahun ini.

Di bawah aluminium, ada komoditas seng/zinc yang naik tipis 0,08% ke US$2.430/MT. Dengan pelemahan kemarin, harga seng/zinc mampu pulih pasca terkoreksi nyaris 2% pada perdagangan sehari sebelumnya.

Tercatat, ada dua komoditas logam yang masih bergerak di zona merah pada perdagangan kemari, yakni nikel (-0,21%) dan timah (-0,21%). Meski demikian, pelemahan itu sudah jauh lebih tipis dibandingkan sesi sebelumnya.

Harga nikel terjun bebas hingga nyaris 3% pada perdagangan hari Selasa (4/9/2018), sementara harga timah terkoreksi nyaris 1% pada perdagangan hari Senin (3/9/2018). Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga timah bahkan anjlok hingga 1,14%.



Sebelumnya, sinyal prospek ekonomi negara berkembang yang suram membebani harga logam. Hal ini diindikasikan oleh melambatnya aktivitas ekonomi di China.

Indeks manufaktur PMI China (versi Caixin/Markit) bulan Agustus 2018 turun ke angka 50,6. Nilai itu merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Penyebabnya adalah penjualan ekspor industri manufaktur Negeri Panda turun selama 5 bulan berturut-turut.

Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan Juli 2018 hanya naik 6% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.

Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.

Selain itu, investor dibuat ketar-ketir oleh perang dagang AS vs China yang kembali mengemuka.  Pada Kamis waktu AS, tahapan dengar pendapat untuk aturan pengenaan bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar akan berakhir. Beredar kabar bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut segera setelah tahapan dengar pendapat selesai.

Saat tensi perang dagang semakin mencuat, maka pertumbuhan ekonomi dunia yang akan menjadi taruhannya. Di saat ekonomi dunia terdisrupsi, maka permintaan komoditas logam dasar yang menjadi bahan baku bagi industri tentunya terancam loyo. Hal ini lantas membebani harga logam.

Meski demikian, kemarin harga logam mendapatkan berita baik dari pemerintah Jerman dan Inggris yang mulai melonggarkan tuntutan utama bagi Brexit, seperti dikutip dari Reuters.  Kedua negara ini kini mencari versi yang lebih lunak dari perjanjian masa depan, untuk menghindari "perceraian tanpa kesepakatan" atau disebut dengan No-Deal Brexit.

Jerman dikabarkan siap untuk menerima detail kesepakatan yang lebih lunak terkait masa depan ekonomi Inggris dan perjanjian dagang Inggris dengan Uni Eropa, berdasarkan sumber yang namanya tidak bisa disebutkan.

Pihak Inggris juga dikabarkan akan merevisi detail kesepakatan dan peryataan yang sifatnya "samar" (khususnya tentang hubungan dagang Inggris-Uni Eropa ke depannya), serta menunda beberapa keputusan hingga Brexit Day terlewati. Brexit Day sendiri adalah tanggal cut-off bahwa Inggris secara resmi keluar dari Uni Eropa.   

Ke depan, harga logam berpotensi ditopang oleh kabar baik dari Semenanjung Korea. Pasca bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang, pejabat pemerintahan Korea Selatan mengatakan bahwa Kim terbuka untuk opsi denukilirisasi yang lebih "kuat" jika pihak AS mengambil langkah-langkah yang mengakui penangguhan uji coba senjata nuklir yang sudah dilakukan pihaknya.

Korea Selatan dan Utara juga setuju untuk menggelar kunjungan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in ke ibu kota Korea Utara pada 18-20 September. Moon dan Kim akan membicarakan denuklirirsasi, penciptaan perdamaian, dan dan langkah-langkah detil untuk meredakan ketegangan di bidang militer, papar Chung Eui-yong yang merupakan pimpinan dari South Korean National Security Office.

(RHG/gus) Next Article Brexit, Ini Alasan Inggris Beda Kebijakan Soal CPO RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular