Dolar AS Sudah Kembali dari 'Pertapaan'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 September 2018 15:20
Dolar AS Sudah Kembali dari 'Pertapaan'
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat, meski dalam rentang tipis. Namun, rupiah perlu waspada karena greenback sepertinya sudah selesai 'bermeditasi'. 

Pada Rabu (5/9/2018) pukul 14:33 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 14.926. Rupiah masih menguat tipis 0,03% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Sampai jelang petang ini, rupiah tidak bergerak dinamis. Dibuka di Rp 14.925/US$, pergerakan rupiah hanya di sekitar itu. Posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.924/US$ sementara terlemahnya di Rp 14.926/US$. Sempit sekali. 

Di Asia, tidak banyak mata uang yang bisa menguat di hadapan greenback. Selain rupiah, hanya yuan China, yen Jepang, dan peso Filipina yang selamat. Selebihnya mulai keteteran menghadapi keganasan dolar AS. 

Pagi tadi, mata uang Asia sempat perkasa di hadapan dolar AS. Namun mulai tengah hari, dolar AS perlahan bangkit dan membalikkan kedudukan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 14:40 WIB: 

 

Dolar AS sepertinya sudah pulang dari pertapaan. Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,19%. 

Mata uang Negeri Paman Sam sempat mengalami tekanan karena ambil untung. Maklum, dalam sepekan terakhir Dollar Index sudah menguat 1,08%. Bahkan dalam 6 bulan terakhir indeks ini melejit 6,67%.

Oleh karena itu, investor keluar untuk sejenak sambil merealisasikan keuntungan. Namun perilaku ini ternyata tidak lama. Hanya dalam hitungan jam, investor kembali masuk ke dolar AS dan instrumen yang berbasis mata uang ini. 

Masuknya arus modal ke Negeri Adidaya ditunjukkan oleh penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah. Yield yang turun menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pada pukul 14:56 WIB:  



Rupiah yang masih bertahan di jalur penguatan patut berterima kasih kepada Bank Indonesia (BI). Kemungkinan besar stabilnya rupiah hari ini berkat intervensi yang gencar dilakukan BI, baik di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN). 

"BI intervensi sangat kuat hari ini, untuk menjaga tidak ada pelemahan cukup dalam," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah. 

Sejauh ini, intervensi BI sukses menahan rupiah tidak melemah lebih dalam. Ini dilakukan dengan konsekuensi penurunan cadangan devisa. 

Namun sejauh mana intervensi BI bisa menahan gelombang penguatan dolar AS?


Sebab, sekarang sedang banyak alasan untuk memburu mata uang tersebut. Pertama, pada Kamis waktu AS, tahapan dengar pendapat untuk aturan pengenaan bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar akan berakhir.

Beredar kabar bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir. Investor menantikan apakah Trump akan benar-benar menerapkan bea masuk baru kepada China.

Namun baru rencana saja sudah membuat Beijing geram bukan kepalang. "Metode keras dan menekan AS tidak akan berhasil kepada China. Itu juga tidak akan menyelesaikan masalah," tegas Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, dikutip dari Reuters. 

Jika Trump nekat menerapkan bea masuk bagi impor senilai US$ 200 miliar itu, maka akan sangat mungkin China bakal membalas. Saling 'balas pantun' ini berbahaya, karena bisa mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.  

Investor pun dibuat khawatir dan hanya bisa menunggu kabar terbaru dari Washington. Saat isu perang dagang mengemuka, pelaku pasar biasanya akan ogah mengambil risiko dan mengoleksi aset-aset aman.  

Apa itu? Dolar AS. Permintaan dolar AS yang meningkat sudah terlihat saat ini, sebagai cerminan sikap investor yang cenderung bermain aman. 

Kedua adalah, penguatan dolar AS akan ditopang oleh rilis data indeks manufaktur ISM yang sebesar 61,3 pada Agustus 2018. Capaian itu mampu mengungguli ekspektasi pasar di angka 57,5, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 2004.  

Artinya, industri manufaktur AS kini semakin ekspansif, dan memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa melesat lebih kencang pada kuartal III-2018. Saat ekonomi AS terus melaju, peluang kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali sepanjang tahun ini kembali terbuka lebar. Naiknya suku bunga menjadi perlu dilakukan untuk mencegah perekonomian AS mengalami overheating

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan ini sudah mencapai 99,8%. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, dengan probabilitas 69,5%. 

Didorong kabar kenaikan suku bunga, dolar AS akan semakin diburu pelaku pasar. Akibatnya, laju greenback akan sulit dihentikan. 

Oleh karena itu, rupiah harus berhati-hati. Sebab begitu BI mengendurkan intervensi, maka dolar AS akan siap menerkam dam membawa rupiah kembali ke zona depresiasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular